JAKARTA, KOMPAS.TV - Tujuh tahun silam, tepatnya 6 Januari 2016, nyawa Wayan Mirna Salihin tak tertolong setelah menyeruput es kopi vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Mirna sempat mengalami kejang-kejang, lalu tak sadarkan diri. Mulutnya juga mengeluarkan buih.
Sahabatnya, Jessica Kumala Wongso, ikut mengantar Mirna ke Rumah Sakit Abdi Waluyo. Dari hasil penyelidikan, polisi mengungkap, ada zat sianida dalam kopi Mirna. Racun mematikan tersebut juga ditemukan di lambung Mirna. Setelah diperiksa, ternyata ada sekitar 3,75 miligram sianida dalam tubuh Mirna.
Dikutip dari Kompas.com, kasus ini mulanya menimbulkan teka-teki. Bagaimana bisa zat mematikan masuk ke dalam es kopi hingga menghilangkan nyawa seorang perempuan?
Tetapi, hasil penyelidikan kepolisian mengungkapkan bahwa Jessica dinyatakan sebagai tersangka pada akhir Januari 2016. Penetapan tersangka ini mengagetkan banyak pihak. Sebab, Mirna dan Jessica adalah sahabat yang terbilang akrab. Selain itu, tidak ada bukti konkret yang memperlihatkan Jessica menabur sianida dalam gelas kopi Mirna, kecuali dia datang lebih dulu dan memesankan es kopi.
Baca Juga: Jaksa Singgung Kasus Kopi Sianida Terkait Alat Bukti Tak Langsung dalam Pembunuhan Yosua Hutabarat
Namun di Pengadilan Jakarta Pusat, Juli 2016, banyak kesaksian yang memberatkan Jessica.
Para saksi memberikan keterangan bahwa Jessica yang berinisiatif memesan es kopi vietnam untuk diberikan kepada Mirna, serta dua cocktail. Tiga pegawai Olivier, yakni Prilia Cindy Cornelia sebagai resepsionis, Marlon Alex Napitupulu sebagai pelayan, dan Agus Triyono yang juga pelayan, memberi kesaksian bahwa Jessica disebut tidak memiliki pilihan duduk di meja nomor 54 karena hanya meja itu yang kosong dan sesuai pesanannya.
Jessica juga langsung membayar pesanannya yang disebut tidak biasa dilakukan pembeli lain. Pegawai Olivier juga bersaksi, es kopi vietnam Mirna yang Jessica pesan berwarna kekuningan dan berbau.
Sementara ayah Mirna, Edi Dermawan Salihin, membeberkan tingkah laku Jessica selama berada di rumah sakit. Menurut dia, gerak-gerik Jessica ketika itu tampak mencurigakan. Jessica, kata Dermawan, sempat mengaku asma, tetapi masih lancar beraktivitas. "Tiba-tiba dia lompat. Terus dia kesandung. Kan pintu ada rel. Nah, di situ," ujar Darmawan.
Keanehan lain, yakni ketika Jessica keliling mendengarkan orang berbicara di rumah sakit. Jessica pun menghilang setelah berkeliling. Selain itu, menurut Darmawan, Jessica tampak berbicara dengan tenang selama ia dan Mirna berada di rumah sakit.
Sementara itu, saudara kembar Mirna, Sandy Salihin, mengungkapkan bahwa Jessica sempat mengirimkan artikel berita soal es kopi vietnam beracun ke Sandy via pesan singkat usai Mirna meninggal.
Setelah 32 kali persidangan dan puluhan saksi dihadapkan ke pengadilan, hakim akhirnya menyatakan Jessica bersalah atas pembunuhan berencana kepada Mirna dan menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.
Dalam persidangan juga terungkap, kasus ini dilatarbelakangi dendam dari Jessica kepada Mirna. Arief Soemarko, suami Mirna, bersaksi di pengadilan bahwa Jessica pernah marah besar kepada istrinya itu pada bulan Oktober 2014 ketika mereka di Australia.
Musababnya, terang Arief, Jessica marah saat Mirna menasihatinya mengenai hubungan Jessica dengan pacarnya. Kala itu, Jessica marah dan meninggalkan Mirna sendirian dalam pertemuan mereka di Australia.
Semenjak itu, kata Arief, Mirna ketakutan menghadapi Jessica. Mirna ketakutan karena menganggap Jessica marah kepadanya saat terakhir bertemu pada Oktober 2014 di Sydney, Australia. "Mirna tak mau bertemu Jessica seorang diri. Dalam pikiran Mirna, Jessica marah sama dia," kata Arief.
Setelah lama tak bersua, Jessica mengajak janjian bertemu Mirna di Jakarta. Pertemuan itulah yang kemudian berakhir dengan kematian Mirna.
Di pengadilan juga terungkap, saat di Australia, Jessica beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Hal itu diperkuat saksi bernama John J Torres, polisi dari New South Wales, Australia pada 26 September 2016. John memaparkan catatan-catatan kepolisian atas nama Jessica yang diketahui beberapa kali mencoba melakukan bunuh diri.
Sementara, Jessica bersikukuh dia bukan pelaku pembunuhan Mirna. Dalam nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan pada sidang kasusnya yang ke-28 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, 13 September 2016, dia mengatakan tak ada alasan untuk memperlakukan dirinya seperti sampah.
"Bagaimanapun juga, saya tidak membunuh Mirna, jadi seharusnya tidak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah," ujar Jessica dalam nota pembelaannya, seperti dilansir Tribunnews.com.
"Saya ada di sini karena saya dituduh meracuni teman saya, Mirna. Saya tidak menyangka kalau pertemuan di tanggal 6 Januari tersebut adalah saat terakhir saya bertemu Mirna, apalagi saya dituduh membunuhnya. Namun saya sadar kalau tidak ada yang luput dari kehendak Tuhan yang Maha Esa. Dan selama ini saya diberikan kekuatan yang sangat luar biasa untuk menghadapi cobaan ini," tutur Jessica.
"Mirna adalah teman yang baik, karena Mirna memiliki sifat yang ramah, baik hati dan jujur dengan teman-temannya. Selain itu dia juga sangat humoris, kreatif, dan pandai. Walau kita jarang bertemu karena tinggal di negara yang berbeda tetapi sangat mudah untuk menghabiskan waktu berjam-jam bercanda dan mengobrol pada saat bertemu."
Baca Juga: Putusan Kasus Kopi Sianida Jadi Amunisi Sambo, Pakar Hukum: Berbeda Kasusnya, Tak Ngaruh ke Hakim
"Tidak pernah terlintas di pikiran saya bahwa Mirna datang dari keluarga yang siap menekan dan mengintimidasi siapa pun yang mereka percaya telah berbuat hal yang buruk walau tanpa penjelasan yang pasti. Itu membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna," ujar Jessica.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.