Saat Badan Kesehatan Dunia (WHO) merilis adanya temuan kaasus yang sama di Gambia, tepatnya 5 Oktober 2022, pihanya mulai menemukan titik terang.
“Baru kita agak terang saat WHO mengeluarkan warning bahwa terjadi kasus yang mirip di Gambia, penyebabnya adalah zat kimia yang ada di pelarut obat-obatan, 5 Oktober.”
Selanjutnya kemenkes melakukan analisa toksikologi, karena dugaan penyebab lebih mengarah ke zat kimia.
Setelah melakukan pemeriksaan dan pengetesan pada 10 anak, diketahui bahwa darahnya atau urinenya mengandung zat kimia.
“Jadi positif memang 70 persen orang yang kena, itu disebabkan oleh adanya zat kimia ini di tubuhnya.”
“Kemudian analisa yang ketiga, untuk konfirmasi, kita datangi rumah seluruh pasien, kita ambil obat-obatannya, kita cek ada atau tidak senyawa kimia berbahaya ini,” tuturnya.
Secara kualitatif, lanjut Budi, sebagian besar dari obat-obatan yang ada di rumah pasien, mengandung senyawa kimia berbahaya.
Baca Juga: Kasus Kematian Gagal Ginjal Akut Indonesia Tertinggi Lampaui Gambia dan Nigeria
Selanjutnya, Kemenkes pun melarang peredaran sementara ratusan obat yang diduga menjadi penyebab munculnya gangguan ginjal akut tersebut.
“Sejak kita berhentikan, kita amati ada penurunan drastis dari pasien baru yang masuk ke rumah sakit.”
“Jadi kalau tadinya RSCM itu penuh, satu tempat tidur ICU anak bisa diisi dua atau tiga, sekarang penambahan barunya sejak kita larang, turun drastis,” tegas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.