Kompas TV nasional peristiwa

Gas Air Mata Picu Ratusan Kematian di Lima 1964 dan Accra 2001, Polisi di Kanjuruhan Mengulanginya

Kompas.tv - 2 Oktober 2022, 15:50 WIB
gas-air-mata-picu-ratusan-kematian-di-lima-1964-dan-accra-2001-polisi-di-kanjuruhan-mengulanginya
Ilustrasi. Sepasang sepatu korban tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, setidaknya 130 orang tewas terinjak-injak menyelamatkan diri usai dihujani tembakan gas air mata. (Sumber: AP Photo/Hendra Permana)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Purwanto

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Tragedi kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Senin (1/10/2022) menimbulkan korban setidaknya 130 orang meninggal dunia dan ratusan lain luka-luka per Minggu (2/10) siang. Kericuhan dalam partai Arema vs Persebaya ini diawali serbuan suporter ke lapangan dan tembaki gas air mata polisi.

Menurut keterangan saksi mata, polisi bahkan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.

Dwi, salah satu saksi mata tragedi di Kanjuruhan, menyebut banyak orang yang terinjak-injak dalam kerusuhan yang dipicu tembakan gas air mata polisi ke tribun.

“Saya lihat ada banyak orang terinjak-injak, saat suporter berlarian akibat tembakan gas air mata," kata Dwi kepada Kompas.com.

Baca Juga: Penggunaan Gas Air Mata saat Bubarkan Kericuhan di Kanjuruhan Dinilai Sebagai Pelanggaran

Sebelum tragedi Kanjuruhan, tembakan gas air mata telah menyebabkan kerusuhan lain yang menewaskan ratusan orang.

Dua kerusuhan stadion dengan jumlah korban terbanyak, tragedi di Estadio Nacional, Lima, Peru, pada 24 Mei 1964 dan musibah di Accra Sprots Stadium, Ghana pada 9 Mei 2001 juga dipicu tembakan gas air mata polisi.

Tragedi Estadio Nacional adalah kerusuhan stadion dengan korban jiwa terbanyak sepanjang sejarah, yakni 328 korban jiwa. Sedangkan tragedi di Accra adalah kerusuhan stadion dengan korban jiwa terbanyak kedua (126) sebelum kerusuhan di Kanjuruhan terjadi.

Lima 1964: Gas Air Mata Picu Eksodus Massal yang Tewaskan 328 Orang

Kerusuhan di Estadio Nacional terjadi ketika pertandingan Timnas Peru vs Argentina. Di tengah pertandingan, suporter tuan rumah murka dengan sebuah keputusan wasit dan menyerbu lapangan.

Polisi pun merespons dengan menembakkan gas air mata ke arah kerumunan. Tembakan gas membuat ribuan suporter panik dan berebut keluar.

“Kami berbalik dan mulai naik tangga, itulah ketika polisi mulai melemparkan gas air mata. Saat itu, orang-orang di tribun lari ke terowongan (keluar stadion) untuk menyelamatkan diri—di mana mereka bertemu kami, menyebabkan tabrakan yang besar sekali,” kata seorang saksi mata tragedi Nacional, Jose Salas dikutip BBC pada Mei 2014 silam.

Baca Juga: Ricuh Kanjuruhan Malang jadi Tragedi Sepak bola dengan Jumlah Korban Terbanyak Setelah Peru 1964

Saat kejadian, terowongan menurun ke gerbang Estadio Nacional segera diserbu para suporter yang panik. Nahasnya, saat ada pertandingan berlangsung, gerbang keluar selalu ditutup.

Suporter terus berebut menyelamatkan diri ketika masih ada kerumunan suporter lain yang terjebak di gerbang dan terowongan. Gerbang itu kemudian terbuka akibat kuatnya dorongan manusia yang berdesakan.

Kericuhan suporter yang ingin menyelamatkan diri dari gas air mata polisi membuat 328 orang tewas.

Usai kejadian, komandan polisi yang memerintahkan tembakan gas air mata, Jorge Azambuja, dihukum penjara 30 bulan.

Accra 2001: Lemparan Kursi ke Lapangan Dibalas Tembakan Gas Air Mata

Tragedi Accra 2001 terjadi ketika pertandingan antara klub Accra Hearts of Oak Sporting Club vs Asante Kotoko di arena pertandingan di Ohene Djan Sports Stadium, Ghana. Sebagaimana disarikan Citi FM Online, kericuhan bermula ketika klub tuan rumah mencetak gol kemenangan pada menit akhir.

Suporter Asante Kotoko yang kecewa melemparkan kursi-kursi plastik dan botol ke lapangan. Polisi membalasnya dengan tembakan gas air mata.

Gas air mata polisi membuat ribuan suporter panik berebut keluar stadion. Saling injak terjadi dan menyebabkan 126 orang meninggal dunia.

Baca Juga: 129 Orang Tewas akibat Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, Menpora: Harus Diinvestigasi

Penyelidikan usai kejadian menyimpulkan bahwa polisi bersalah atas reaksi berlebihan terhadap kelakuan suporter. Enam personel polisi didawka dengan kasus pembunuhan, tetapi kemudian dibebaskan.

Komisi penyelidikan juga menyimpulkan berbagai faktor lain yang membuat tragedi ini terjadi, serta merilis rekomendasi peningkatan fasilitas keamanan dan medis di stadion.

Alasan Polisi Gunakan Gas Air Mata di Kanjuruhan

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengaku pihaknya sudah “sesuai prosedur” dalam pengamanan partai Arema vs Persebaya di Kanjuruhan.

Baca Juga: Pengamat Sebut Pemicu Korban Berjatuhan di Kanjuruhan adalah Gas Air Mata

Mengenai tembakan gas air mata, Nico mengaku polisi terpaksa menggunakannya karena suporter yang menyerbu lapangan.

"Seandainya suporter mematuhi aturan, peristiwa ini tidak akan terjadi. Semoga tidak terjadi lagi peristiwa semacam ini," kata Nico, Minggu (2/10) pagi.

Akan tetapi, pernyataan Kapolda Jawa Timur itu bertentangan dengan FIFA Stadium Safety and Security Regulation yang dirujuk PT LIB dalam 

Pasal 19b regulasi FIFA menyatakan bahwa “gas pengontrol kerumunan” tidak boleh dipakai.

Baca Juga: Sekjen PSSI: Semoga Tragedi Kanjuruhan Tidak Jadi Dasar FIFA Menghukum Kami
 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x