JAKARTA, KOMPAS.TV- Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah pendiri Darul Islam/Tentara Islam Indonesia, yang dihukum mati pada 12 September 1962.
Nama Kartosoewirjo tak bisa dipisahkan dari pemberontakan di awal kemerdekaan itu, yang pengaruhnya masih terasa sampai sekarang. Setidaknya bagi kelompok-kelompok yang memimpikan negara Islam di Indonesia.
Kartosoewirjo sebenarnya sahabat seperjuangan dengan Presiden Soekarno, keduanya sama-sama pernah berguru kepada HOS Cokroaminoto.
Namun, pemberontakan yang dilakukannya memaksa Bung Karno menetapkan hukuman mati atas sahabatnya itu, setelah vonis mati dijatuhkan pada 16 Agustus 1962 oleh Pengadilan Mahkamah Militer, dan Soekarno menolak memberikan grasi.
"Menandatangani hukuman mati, misalnya, bukanlah satu pekerjaan yang memberi kesenangan kepadaku. Sungguhpun demikian, seorang pemimpin harus bertindak tanpa memikirkan betapapun pahit kenyataan yang dihadapi," kata Soekarno, dalam buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' karya Cindy Adams.
Baca Juga: Mantan Anggota DI/TII dan NII sumpah setia kepada NKRI
Kartosoewirjo pun menerima hukuman mati di Pulau Ubi, kawasan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Foto-foto menjelang eksekusi dilakukan, masih bisa ditemukan dan kemudian dibukukan oleh Fadli Zon berjudul 'Hari Terakhir Kartosoewirjo, 81 Foto Eksekusi Imam DI/TI,' yang diterbitkan oleh Fadli Zon Library.
Dalam serangkaian foto ekslusif berwarna hitam putih itu, tergambarkan kondisi jelang kematian sang imam. Kartosoewirjo tampak didatangi oleh isteri dan anak-anaknya.
Dalam pertemuan terakhir itu, seluruh keluarga berkumpul sambil menyantap nasi dan rendang. Namun Kartosoewirjo tampak tidak makan.
Sementara sang isteri, Dewi Siti Kalsum, kepedesan karena tak bisa makan rendang.
Dalam foto tersebut, Kartosoewirjo juga berkesempatan memberikan pesan-pesan terakhir untuk anak-anaknya yang beranjak dewasa, yaitu Tahmid Basuki Rahmat, Dodo Muhammad Darda, Kartika, Komalasari dan Danti.
Setelah selesai bercengkerama dan bersenda gurau, dengan menggunakan kapal LCM (Landing Craft Mechanized), sang pemimpin DI/TII ini dibawa ke Pulau Ubi bersama para regu tembak, dokter dan imam tentara.
Baca Juga: Silaturahmi dengan BNPT, Abu Bakar Baasyir: Jihad Tidak Mesti Perang
Menggunakan baju dan celana putih serta peci hitam, dia digiring ke sebuah papan dan kemudian tangannya diikat ke belakang.
Setelah melewati upacara dan laporan kepada komandan, para regu tembak pun menjalankan tugasnya. Dan terakhir, komandan regu memberikan tembakan penghabisan di tubuh Kartosoewirjo.
Tubuhnya pun terkulai. Setelah disalatkan, kemudian dikuburkan di sana. Tak ada keluarga dan kerabat yang hadir memberikan penghormatan terakhir.
Menurut Fadli, koleksi foto-foto terakhir Kartosoewirjo itu, terbilang hanya satu-satunya. Dia mendapatkannya dari seseorang dalam sebuah acara pelelangan benda-benda filateli dan numismatik pada 7 Agustus 2010 silam.
"Koleksi foto ini bagi saya adalah artefak sejarah yang penting," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.