JAKARTA, KOMPAS.TV - Deputi Bidang Koordinasi Parekraf Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Odo R. M. Manuhutu meminta masyarakat agar tidak terjebak dalam isu biaya naik Candi Borobudur, namun melupakan upaya pemerintah melakukan konservasi.
"Sebaiknya sih jangan terpaku pada isu harga. Jadi kalau kita lihat beberapa negara, tujuan akhirnya adalah konservasi," kata Odo di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Senin (6/6/2022).
Menurut dia, usulan tarif untuk naik ke bangunan Candi Borobudur itu muncul ketika Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan melakukan rapat kerja di Magelang, Jawa Tengah pada Sabtu (4/6/2022).
Di hari yang sama, Luhut mengatakan bahwa pemerintah berencana mematok tarif sebesar Rp750 ribu bagi turis lokal dan USD100 atau sekitar Rp1,4 juta untuk turis mancanegara.
Selain itu, Luhut juga menyebut soal wacana membatasi jumlah pengunjung yang bisa naik ke atas Candi Borobudur sebanyak 1.200 orang per hari.
"Harga tiket itu hanya ujungnya saja, namun konteks utamanya adalah kita melihat bahwa Borobudur mengalami keausan yang sangat-sangat besar selama 36 tahun terakhir," imbuh Odo.
Dia menambahkan, pemerintah melihat upaya pembatasan dan larangan menaiki Candi Borobudur pada masa pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir ini rupanya berdampak positif terhadap kondisi fisik bangunan candi tersebut.
"Justru pada masa pandemi ini, selama dua tahun, tingkat kerusakan Borobudur adalah terendah dalam sejarah, selama 36 tahun terakhir ini," terang Odo.
Oleh karena itu, tambah Odo, muncul ide untuk melestarikan Candi Borobudur dengan cara melakukan pembatasan pengunjung yang bisa naik ke atas candi.
Dia juga menyampaikan bahwa rencana tarif Rp750 ribu itu masih akan didiskusikan lebih lanjut oleh pemerintah.
"Kunci bersamanya adalah menjaga keseimbangan antara konservasi dan juga komersialisasi," terangnya.
Baca Juga: Membandingkan Tiket di Candi Borobudur dengan Tujuh Keajaiban Dunia, Wajarkah Rp750 Ribu?
Selanjutnya, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi (TWC) Edy Setijono mengatakan, hasil riset Balai Konservasi Borobudur menunjukkan bahwa Candi Borobudur bisa menahan sebanyak 128 orang dalam satu waktu.
"Telah dilakukan riset oleh rekan-rekan dari Balai Konservasi Borobudur bahwa ada ruang yang memperbolehkan orang untuk berada di atas bangunan, itu kurang lebih sekitar 128 orang dalam waktu yang bersamaan," kata Edy.
Berdasarkan riset tersebut, kata Edy, pihaknya berencana membatasi jumlah orang yang naik ke bangunan candi sebanyak 1.200 orang per hari.
"Jadi saya kira ini tidak melampaui dari keseharusan yang ada," terangnya.
Baca Juga: Guru Besar UGM: Tidak Ada Relevansi Harga Naik Candi Borobudur Rp750 Ribu dengan Upaya Konservasi
Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada Sri Margana menilai tidak ada relevansi antara rencana pemerintah mematok harga naik Candi Borobudur sebesar Rp750 ribu dengan upaya konservasi candi.
"Saya tidak melihat relevansi antara menaikkan harga tiket itu dengan preservasi situs yang sudah berumur lebih dari seribu tahun itu," kata Sri Margana.
Menurut dia, banyaknya pengunjung yang selama ini diperbolehkan naik ke badan candi menyebabkan turunnya kualitas fisik bangunan Candi Borobudur.
"Ya solusinya harus tidak diperbolehkan naik ke badan candi, karena itu yang menyebabkan menurunnya kualitas fisik dari bangunan candi itu," tutur profesor Sri Margana.
Baca Juga: Keluarga Cendekiawan Budhis Dukung Pembatasan Pengunjung Borobudur, Khususnya Area Arupa Dhatu
Selain harga yang mahal, ia juga menyangsikan rencana pembatasan pengunjung yang dibolehkan naik ke bangunan candi.
"Mau tiketnya berapa pun, kalau mereka (wisatawan, -red) tetap diizinkan naik, persoalan preservasi dan konservasi tidak akan terpecahkan," pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.