Kompas TV nasional hukum

ICJR Dorong Pemaksaan Aborsi Masuk Kategori Kekerasan Seksual di Rancangan KUHP

Kompas.tv - 26 Mei 2022, 01:00 WIB
icjr-dorong-pemaksaan-aborsi-masuk-kategori-kekerasan-seksual-di-rancangan-kuhp
Ilustrasi kasus kekerasan seksual. (Sumber: Shutterstock via Kompas.com)
Penulis : Nurul Fitriana | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pemaksaan aborsi diatur sebagai jenis kekerasan seksual di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Diketahui, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) perkosaan dan pemaksaan aborsi tidak diatur ketentuan pidananya.

"Yang perlu kita dorong kedepannya adalah untuk memastikan bahwa perumusan pemaksaan aborsi ini dinyatakan secara tegas di dalam RKUHP sebagai bentuk kekerasan seksual," kata Peneliti ICJR Maidina Rahmawati dalam acara diskusi virtual, Rabu (25/5/2022).

Sementara itu diketahui, alasan pemerintah dan DPR tidak mengatur pidana soal pemaksaan aborsi di UU TPKS karena sudah diatur dalam KUHP.

Ia menyebutkan, memang Pasal 347 KUHP telah mengatur soal pemaksaan aborsi. Lalu, hal itu diperbaharui kembali dengan Pasal 469 ayat 2 dan 3 KUHP.

Baca Juga: Puan: Pemerintah Jangan Terlalu Lama Buat Aturan Turunan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Kendati demikian, pendefinisian tindak pidana pemaksaan aborsi sebagai bentuk kekerasan seksual menjadi penting.

Hal itu sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 4 Ayat (2) UU TPKS. Dijelaskan bahwa tindak pidana lainnya dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual apabila diatur secara tegas dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Oleh sebab itu, perihal pemaksaan aborsi tetap harus masuk kategori jenis kekerasan seksual agar dapat ditindaklanjuti dengan merujuk kepada UU TPKS.

Ia juga berharap dalam perumusan RKUHP perlu dikawal agar dengan tegas menyatakan bahwa pemaksaan aborsi adalah bentuk kekerasan seksual.

“Sehingga dia juga menjadi subjek dari hukum acara, pengaturan hak korban yang dimuat di UU TPKS,” tegasnya.

Perlu diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang (UU) melalui rapat paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (12/4/2022).

Dalam UU TPKS berisi 9 jenis kekerasan sekusal, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, ekspolitasi sosial, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Sementara itu, ada 10 jenis kekerasan seksual lagi yang dicantumkan namun tidak diatur pidananya, antara lain perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak.

Lalu, perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban, dan pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual.

Selanjutnya, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga, tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Terakhir, tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Penjelasan Mahfud MD LGBT Bisa Dipidana, Meskipun Kata itu Tidak Ada di RKUHP




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x