Sehingga, meskipun BMKG mengirimkan peringatan dini, tetapi jika di daerah sistemnya tidak berjalan karena berbagai hal, dan masyarakat di lokasi calon bencana tidak menerima, korban tetap akan berjatuhan.
“Itu pernah terjadi,” lanjutnya.
Tantangannya, lanjut Dwikorita, adalah bagaimana memastikan pemerintah daerah selama 24 jam setiap hari menerima dan ada petugas yang menjaga server tersebut.
“Kelemahannya kadang-kadang tidak ada yang menjaga. Kalau di DIY sudah jempollah, Sleman termasuk jempol ya. Tapi Indonesia kan luas ya, jadi itu kadang-kadang tidak ada yang menjaga.”
Kendala lain adalah masyarakat tidak menerima peringatan dini karena sistem lumpuh akibat terdampak gempa bumi.
“Sehingga roboh, sinyal tidak ada, sehingga informasi tidak bisa diterima.”
“Mohon dukungan Kepala BNPB, sepertinya kita perlu memiliki sistem yang khsusus untuk bencana, dengan satelit atau satelit bencana,” harapnya.
Hambatan lain adalah ketidakpahaman masyarakat mengenai apa yang harus dilakukan setelah menerima peringatan dini bencana.
“Nah, ini PR kami bersama dengan edukasi, literasi, bagaimana masyarakat bisa memahami informasi tadi dengan mudah.”
Baca Juga: Peringati Hari Kesiapsiagaan Bencana 2022, Kepala BNPB Imbau Warga Bunyikan Kentongan Serentak
Pihaknya terus berupaya, bekerja sama dengan BNPB, Badan Geologi, pihak terkait, pemerintah daerah untuk mewujudkan hal itu.
Kendala selanjutnya adalah pada masyarakat yang paham peringatan dini tetapi enggan melakukan hal yang direkomendasikan.
“Inilah perlunya kesiapsiagaan bencana, terutama dalam hal eary action begitu menerima informasi, siaga dan bertindak menyelamatkan diri.”
“Keluarga adalah pilar terpenting, terdepan, karena kalau seluruh keluarga sudah mampu, maka Insya Allah masyarakat jadi tangguh bencana,” lanjutnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.