JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud menyebut bahwa NU memiliki banyak tokoh dari berbagai daerah. Namun, PBNU tidak pernah mengajukan calon dalam Pemilu, termasuk Pilpres.
“Sebagai organisasi kader yang besar, NU memiliki ketokohan sampai ke ranting tingkat desa, bahkan sampai ke tingkat RT dan RW,” ujar Marsudi pada Senin (13/12/2021), dikutip dari Antara.
Ia juga mengatakan bahwa berbagai anggota NU menjadi anggota DPR, gubernur, wali kota, serta bupati karena dicalonkan pihak lain. Marsudi pun mengatakan bahwa NU tidak terafiliasi hanya pada satu partai.
Baca Juga: Hindari Konsentrasi Massa, Panitia Imbau Warga NU Tak Datang Langsung ke Lokasi Muktamar
“Kalau dibilang hanya terkooptasi pada satu partai, maka tidak ada wali kota dan bupati yang dari partai-partai yang ada, seperti Partai Golkar dan PDIP. Ini cara baca yang salah,” kata Marsudi.
Marsudi menambahkan bahwa muktamar NU atau pertemuan besar para wakil organisasi NU, tidak hanya membahas soal suksesi ketua umum dan rais aam.
Menurutnya, Muktamar NU juga membahas politik kenegaraan, seperti soal perubahan iklim, Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), dan Rancangan Undang-Undang Asisten Rumah Tangga.
Ini, kata Marsudi, membuktikan NU memiliki pandangan moderat yang tidak hanya berpengaruh di Indonesia, tetapi juga di dunia.
“Said Aqil (Ketua Umum PBNU, Red.) juga memiliki legasi dalam keilmuan, seperti membangun pendidikan dari desa ke kota melalui pondok pesantren,” lanjut Marsudi.
Baca Juga: KH Marzuki Mustamar Diusulkan Jadi Ketua Umum PBNU di Muktamar, Alternatif Gus Yahya dan Said Aqil
Pernyataan Marsudi ini adalah respons terhadap ucapan politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Guntur Romli yang mengingatkan NU agar tidak menjadi batu lompatan untuk masuk ke pusaran politik kekuasaan.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Katib Aam PBNU Yahya Staquf yang tidak menginginkan ada calon presiden dan calon wakil presiden dari PBNU. Yahya Staquf merupakan calon Ketua Umum PBNU yang akan bersaing dengan calon Ketum petahana PBNU Said Aqil.
"Perlu ada komitmen untuk membesarkan budaya dan tidak menjadikan NU sebagai batu loncatan. Seperti Kiai Ma'ruf, Rais Aam saat itu yang kemudian jadi Cawapres. Tapi kita lihat pusaran politik waktu itu luar biasa," kata Guntur yang juga mendukung Yahya Staquf.
Guntur menyebut NU terkooptasi pada satu partai. Ia juga menilai NU lebih dekat dengan politik kerakyatan dan politik kenegaraan, tetapi tidak efektif dalam politik elektoral.
"NU itu politik kenegaraan, seperti penerimaan asas tunggal Pancasila, politik kerakyatan itu sangat efektif. Tapi kalau politik kekuasaan, NU belum tentu efektif di pilpres maupun pilkada. Saat ini, NU masih terkooptasi pada satu partai. Seharusnya, antara pengurus harian (PBNU) itu tidak boleh pengurus partai," tambah Guntur.
Baca Juga: Persatuan Guru NU dan Kemendikbud Luncurkan Aplikasi Guru Merdeka
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.