JAKARTA, KOMPAD. TV – Sejumlah personel Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat dan Anggota Brigade Mobil (Brimob) kepolisian terekam kamera saat bentrok di Timika Papua. Perkelahian dipicu masalah sepele yaitu soal rokok.
Menanggapi bentrokan tersebut, Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyatakan, bentrok semacam itu merupakan penyakit yang terus berulang.
Selain itu, sampai saat ini pun masalah-masalah bentrok antara personel TNI dan Polri tidak bisa diselesaikan dengan baik dan menyeluruh.
“Ini kan penyakit kambuhan, berulang, dan tak pernah mengobati dengan baik,” kata Khairul Fahmi dalam video kepada Kompas.TV, Senin (29/11/2021).
Baca Juga: Bentrok Anggota Kopassus dan Brimob di Mimika Papua, Diduga karena Persoalan Rokok
Menurutnya, jika memang tidak bisa “menyembuhkan” bentrokan berulang, perlu ada komitmen bersama untuk membenahi institusi masing-masing.
Dia mengatakan, faktor-faktor yang memicu bentrokan ada dalam internal institusi.
Dia menyebut bahwa ada persoalan ego sektoral, senioritas, kebanggaan dan jiwa korsa yang kompak dan berlebihan.
“Itu semua berakses pada rendahnya penghormatan dan hadirnya ketidaksukaan pada pihak lain,” tuturnya.
Selain itu, karena dicetak untuk memiliki mental juara, para prajurit maupun anggota kepolisian pun menganggap kesalahan dan kekalahan sebagai hal memalukan.
Baca Juga: Panglima TNI Andika Perkasa Minta Anggota Kopassus yang Ribut dengan Brimob Diproses Hukum
Maka dalam situasi di daerah konflik seperti Papua, bentrokan menjadi semakin mudah tersulut, hanya karena persoalan-persoalan sepele seperti harga rokok.
Khairul menyoroti adanya kesenjangan antara realitas digital dan realitas sosial.
Dalam realitas digital tampak ada sinergitas yang baik ditampilkan pimpinan TNI dan Polri.
Namun di dalam realitas sehari-hari, prajurit di bawah justru belum menampakkan kolaborasi tersebut.
“Ada kesenjangan reputasi digital yang dibangun oleh baik TNI/Polri yang menunjukkan sinergitas kolaborasi di antara mereka baru sebatas reputasi digital dan belum nampak dengan baik dalam konsumsi realitas sosial,” paparnya.
Baca Juga: Soal Kopassus vs Brimob di Mimika, Kapolda Papua: Salah Paham Saja Itu, Sudah Diselesaikan
Karena itu, kunci menyelesaikan konflik berulang ini adalah pembenahan integritas moral, termasuk dengan kepemimpinan para perwira-perwira di lapangan.
Para pemimpin di lapangan seharusnya lebih dulu menerapkan kedisiplinan dan kepatuhan.
Mereka, sambung Fahmi, harus memiliki kesadaran untuk tidak memalukan merusak nama baik korps.
“Ini akan menjadi teladan personel di bawahnya, tanpa perlu sibuk dengan event seremonial menunjukan kekompakan yang justru sulit terlihat di lapangan,” tuturnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.