JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan ajudan Soekarno, Sidarto Danusubroto, membeberkan kesaksian pada tahun-tahun terakhir Sang Proklamator hidup dalam tahanan di Wisma Yaso. Ia menyebut, Soekarno sakit tanpa mendapat perawatan memadai.
Sidarto menjadi ajudan Soekarno sepanjang satu tahun lebih sejak 6 Februari 1967 pasca Supersemar yang kontroversial. Ia ditarik dari tugas itu pada Mei 1968.
“Pada saat bulan-bulan terakhir mendampingi beliau, kondisi kesehatan Bung Karno memang mulai memburuk. Dan saya sampaikan pada Kapolri waktu itu bahwa yang diperlukan Bung Karno saat itu adalah dokter yang merawat, bukan ajudan lagi,” tutur Sidarto kepada KompasTV, Senin (4/10/2021).
Sidarto menyayangkan sikap rezim di bawah Suharto yang menahan Soekarno di Wisma Yaso. Bung Karno saat itu dijaga ketat dan dilarang berhubungan dengan dunia luar, termasuk keluarga dan kerabatnya.
Baca Juga: Resmikan Patung Soekarno, Megawati: di Masa Orde Baru, Bung Karno Tidak Diceritakan secara Benar
“Seorang Bung Karno, Bapak Bangsa yang perjuangannya kita kenal sejak muda, di ITB bagaimana dia menggugat pemerintah Belanda, masuk keluar penjara, pembuangan di Ende dan Bengkulu,” kata politikus PDI Perjuangan itu.
“Tapi, beliau harus berakhir dalam tahanan. Itu betul-betul suatu tragedi bagi sejarah kita,” imbuhnya.
Saat sakitnya tak kunjung sembuh, Soekarno mendapat perawatan di bawah koordinasi seorang dokter umum dari tentara, Mayor dr Suroyo.
Setelah tidak lagi bertugas sebagai ajudan Soekarno, Sidarto mendapat kabar soal kondisi sang Proklamator dari Profesor Mahar Mardjono, mantan rektor dan guru besar Neurologi Universitas Indonesia.
Ia juga mendapat pengakuan dari dr Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI. Menurut keduanya, Soekarno tidak mendapat obat-obatan yang dibutuhkan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.