Maria Pauline Lumowa, satu di antara tersangka lain dalam kasus pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Baca Juga: Dirut BNI 2003-2008 tekankan BNI adalah korban dalam kasus Maria Lumowa
Menkumham Yasonna Laoly mengatakan keberhasilan proses ekstradisi Maria Pauline Lumowa tidak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara.
“Selain itu, proses ekstradisi ini juga menjadi buah manis komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang,” ujarnya.
Dalam penangkapan Maria Pauline Lumowa, Yasonna mengungkapkan adanya upaya penyuapan dari pengacara kepada otoritas Serbia.
Baca Juga: Mengapa Proses Ekstradisi Maria Lumowa Memakan Waktu Lama?
Kasus Maria Pauline Lumowa bermula pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp1,2 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Dalam hal mendapatkan pinjaman BNI, PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam'. Karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Baca Juga: Ada Upaya Suap Pengacara Maria Lumowa Kepada Otoritas Serbia
BNI kemudian mencurigai transaksi keuangan PT Gramarindo Group pada Juni 2003. Kemudian, BNI mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Berbekal hasil penyelidikan tersebut, BNI melaporkan dugaan L/C fiktif ke Mabes Polri.
Namun, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.