Rendahnya Literasi
Sejalan dengan pemikiran tersebut, menurut Sutta, jurnalisme berkualitas memang menjadi elemen penting untuk menyebarkan informasi menjadi jernih dengan merekam fakta sebaik-baiknya.
Namun, di era sekarang, hal tersebut tidak mudah dilakukan oleh jurnalis karena melimpahnya informasi di media sosial dan mesin-mesin aggregator atau pembaca umpan raksasa.
Hal itu diperparah dengan tingkat literasi digital masyarakat Indonesia yang masih rendah.
Meskipun kecepatan internet masih cenderung lamban, literasi digital masyarakat di negara pengguna media sosial terbesar ketiga di dunia ini masih rendah.
Bahkan, Indonesia berada di negara-negara yang tingkat kepedulian terhadap berita bohongnya rendah.
“Bisa dibayangkan, informasi yang melimpah yang seharusnya bisa mencerahkan jika tidak dikelola dengan baik bisa menyesatkan karena diterima mentah-mentah tanpa membedakan mana informasi yang benar dan salah,” tutur Sutta.
Ia menyebutkan contoh kasus yang terjadi yaitu, liputan investigasi tentang masker palsu yang dilakukan oleh Kompas bisa kalah dengan meme-meme dalam mendapatkan perhatian publik.
Padahal, liputan itu dilakukan dengan melibatkan lembaga-lembaga lain dan menghabiskan biaya yang cukup mahal.
Hal itu menunjukkan bagaimana jurnalisme berkualitas bisa tertinggal dalam menarik perhatian publik akibat media-media di Indonesia tertinggal dalam penggunaan teknologi.
Selain itu, publik cenderung belum bisa membedakan informasi-informasi berkualitas yang perlu dikonsumsi.
Baca Juga: Pembinaan Manajemen Konflik dan Jurnalisme Damai
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.