SOLO, KOMPAS.TV - Tim SAR Gabungan masih terus berupaya mencari korban yang masih belum ditemukan pada musibah longsor di Perum Pondok Daud, Kampung Bojongkondang, RT 3 RW 10, Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.
Namun, para petugas SAR Gabungan yang berniat mengevakuasi justru nyaris menjadi korban dalam longsor susulan.
Salah satu di antaranya adalah Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Sumedang, AKBP Eko Prasetyo Robbyanto.
Adalah sebuah masjid yang menjadi tempat penyelamat bagi Kapolres Sumedang bersama empat jurnalis televisi yang kala itu tengah berada di lokasi kejadian.
Masjid An-Nur yang kokoh berdiri di tengah reruntuhan pasca-longsor jadi tempat menyelamakan diri Kapolres dan rombongan.
Mereka berhasil masuk ke dalamnya saat musibah terjadi sekitar pukul 19.30 WIB, Sabtu (9/1/2021).
Baca Juga: Mensos Desak Petugas Segera Evakuasi Korban Longsor Sumedang
Video detik-detik terjadinya longsor susulan yang menggambarkan personel gabungan termasuk Kapolres bersama tim Humas Polres Sumedang, keluarga korban longsor, dan para jurnalis pun viral di media sosial.
Video tersebut direkam oleh salah seorang anggota Humas Polres Sumedang.
“(Di video) kalau lihat lengan dan jas hujan warna kuning cerah itu saya dan itu suara saya. Posisi papan tulis itu ada di dekat jendela yang saya pecahkan, yang banyak timbunan material,” ujar Kapolres Sumedang Eko Prasetyo Robbyanto seperti dilansir Kompas.tv dari laman Kompas.com, Senin (11/1/2021).
Eko mengatakan, awal kejadian dia bersama tim dari Polres Sumedang tiba di lokasi kejadian pada Sabtu petang pukul 18.45 WIB.
Baca Juga: Usai Bantu Evakuasi di Longsor Sumedang, Danramil Cimanggung Turut Jadi Korban
“Saya tiba (di lokasi longsor) sekitar 18.45 WIB, lalu saya cek lokasi longsor pertama. Hasil pemantauan saat itu, 18 unit rumah tersapu longsor dan dua unit rumah saat itu tengah ada penghuninya dengan masing-masing rumah ada empat jiwa,” tutur Eko.
Kemudian, kata Eko, timnya bersama para jurnalis kembali ke posko di Masjid An-Nur, yang berlokasi di ujung lereng paling bawah, berjarak 150 meter dari lokasi longsor pertama, untuk mematangkan rencana evakuasi dan mendata identitas penghuni.
“Tiba-tiba, ada suara gemuruh yang keras diikuti lantai yang bergetar. Semua berlarian ke segala arah, saya termasuk yang paling terlambat lari karena ke dalam masjid pintu sudah berebutan untuk masuk, menyusuri setapak masjid dan sudah penuh orang, mereka jatuh, dan saling bertindihan,” ujar Eko.
Melihat hal itu, Kapolres berinisiatif memecahkan kaca jendela masjid, dengan tujuan membuat jalan baru.
“Setelah kaca jendela dipecahkan, saya loncat ke dalam masjid diikuti beberapa wartawan,” imbuh Eko.
Ketegangan yang dirasakan, kata Eko, tak hanya sampai di situ. Pasalnya, dalam waktu bersamaan, tiba-tiba material tanah dalam jumlah besar menimbun lokasi.
Baca Juga: Mensos Risma ke Lokasi Longsor Sumedang, Minta Warga Dievakuasi
“Tempat yang tadi kami gunakan sebagai tempat untuk mematangkan rencana evakuasi itu tertimbun material tanah, listrik yang tadinya menyala kemudian padam. Situasi jadi gelap ditambah debu yang membuat pandangan menjadi tidak jelas,” sebut Eko.
Situasi berlangsung cepat. Kapolres memperkirakan terjangan longsor terjadi hanya sekitar 20 detik. Namun, secepat itu pula, ketika keadaan sudah aman, dirinya melihat semua bangunan sudah menjadi puing.
Kemudian, kata Eko, dia kembali memecahkan kaca jendela masjid yang lainnya untuk memberi jalan bagi orang yang ingin keluar, takut masjid roboh.
“Pasca-longsor susulan singkat yang hanya 10 detik sampai 20 detik ini, kami semua keluar dari masjid dan melihat kondisi sekitar yang berubah menjadi puing dengan dipenuhi tumpukan material tanah,” ujar Eko.
Sementara itu, saat kejadian, kata Eko, personel gabungan lainnya, terdiri dari Danramil Cimanggung, personel BPBD Sumedang, dan Kasitrantibum Satpol PP Kecamatan Cimanggung berlari menuju arah lain.
“Mereka yang tadinya berdiri di sebelah saya meninggal tergulung tanah, karena memilih lari menyusuri setapak masjid yang tiba-tiba dijatuhi material longsor dalam jumlah besar dan terjepit di antara motor-motor dan dua mobil yang saat itu terparkir dan mempersempit jalan setapak masjid tersebut. Semua tidak sempat teriak atau mengaduh, situasi hanya berubah jadi gelap dan hening tanpa teriakan apa pun,”papar Eko.
Baca Juga: Pernyataan Wapres Maruf Amin atas Musibah Sriwijaya Air dan Longsor di Sumedang
Pasca-kejadian, lanjut Eko, dia sempat mendengar suara azan.
“Saya sempat dengar ada yang azan sesaat keluar dari masjid, tidak tahu marbot atau wartawan,” tutur Eko.
Eko menyebutkan, arah longsoran kedua ini berbeda dari longsoran pertama. Jika digambarkan, katanya, arah longsoran pertama dengan longsor susulan ini membentuk dua titik yang berbentuk huruf L.
Saat itu, sesaat sebelum terjadi longsor susulan, sekitar 30 orang tengah sibuk. Mulai dari Basarnas, Polsek, Koramil, Tagana, relawan, dan masyarakat yang sedang mencari keluarganya.
“Masjid itu tadinya mirip posko ketika saya pertama kali tiba. Kehendak Allah yang menentukan siapa yang selamat dan tidak saat itu. Ini menjadi rahasia Allah mengenai usia seseorang. Saat itu saya hanya berpikir ingin ajal di dalam masjid, sehingga jenazah saya akan ketemu jika dievakuasi,” tandas Eko.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.