JAKARTA, KOMPAS.TV - Kunjungan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ke Amerika Serikat mendapat sorotan dari Amnesty International Indonesia.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai kunjungan yang membahas kerja sama keamanan, aktivitas kemiliteran dan masalah perdagangan tersebut telah melanggar hukum Leahy.
Usman menjelaskan dalam Hukum Leahy yang berlaku di AS, pemerintah Paman Sam dilarang menggunakan dana untuk membantu pasukan keamanan negara lain yang mengimplikasikan pasukan keamanan tersebut melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia.
Baca Juga: Media AS Soroti Kunjungan Prabowo ke Pentagon
Termasuk penyiksaan, pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, dan pemerkosaan berdasarkan peraturan yang melanggar hukum.
Kunjungan tersebut juga bertentanan dengan Keputusan Pemerintah AS pada tahun 2000 yang memasukkan Prabowo Subianto ke daftar hitam karena pelanggaran hak asasi manusia.
"Dengan membebaskan dia (Prabowo) berpergian ke AS untuk menemui pejabat senior AS, bisa melanggar Hukum Leahy dan akan menjadi bencana bagi hak asasi manusia di Indonesia," ujar Usman kepada KompasTV, Kamis (15/10/2020).
Usman menambahkan dengan pelanggaran Hukum Leahy, seharusnya pemerintah AS membatalkan undangan untuk Prabowo.
Baca Juga: Izin Prabowo ke Amerika Serikat Menuai Kritik dari Kontras dan Amnesty, Ini Penjelasannya
Pemerintah AS juga memiliki kewajiban, setidaknya berdasarkan Konvensi Menentang Penyiksaan Pasal 5 Ayat 2 untuk menyelidiki tindakan yang dilakukan Prabowo saat di Militer.
Jika mendapatkan bukti cukup bahwa Prabowo bertanggung jawab atas kejahatan penyiksaan yang dilakukan saat menjabat di militer, Pemerintah AS harus membawa hasil penyelidikan tersebut ke pengadilan atau mengekstradisi ke negara lain yang bersedia menggunakan yurisdiksi terhadap tuduhan kejahatan Parabowo.
Dari catatan Amnesty International Indonesia, selama dua dekade terakhir, Pemerintah AS memberlakukan pelarangan bantuan militer AS, terhadap militer Indonesia dan pasukan khusus Kopassus.
Hal ini dilakukan, setelah TNI dianggap melakukan pelanggaran HAM berat dalam operasi militer di Timor Timur, atau kini Timor Leste.
Baca Juga: Jubir: Kritik Silakan Saja, Pak Prabowo Sudah Mengalami Penolakan dan Tuduhan Macam-Macam
Prajurit Kopassus yang dipimpin Prabowo juga terlibat dalam penghilangan paksa (1997-1998) dan pembunuhan aktivis Papua, serta pemimpinnya Theys Eluay di tahun 2001.
Meski pada akhirnya beberapa tentara dihukum di pengadilan militer, pemimpin mereka belum pernah diadili.
Penyintas pelanggaran serius, yang dilakukan oleh Prabowo sudah menunggu lebih dari 20 tahun untuk mendapatkan keadilan, akuntabilitas dan reparasi.
"Selama dua dekade terakhir, Pemerintah Indonesia belum mengambil langkah efektif untuk membawa Prabowo Subianto ke depan hukum. Prabowo belum pernah bertanggungjawab, dan sampai hari ini masih terus menyangkal tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Sehingga, situasi ini tidak memenuhi persyaratan pengecualian Hukum Leahy," ujar Usman.
Baca Juga: Soal UU Cipta Kerja, Prabowo: Kita Coba Dulu, Kita Harus Berpikir Tenang dan Sehat
Mengirim surat
Pada Selasa (13/10), Amnesty International AS, Amnesty International Indonesia, bersama beberapa NGO yang aktif dalam isu HAM seperti, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Asia Justice and Rights (AJAR), Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM), Imparsial, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengirimkan surat kepada Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo.
Surat itu berisi kekhawatiran mengenai keputusan Departemen Luar Negeri AS yang memberikan visa kepada Prabowo Subianto, yang akan berkunjung ke Washington D.C untuk menemui Menteri Pertahanan Mark Esper dan Ketua Kepala Gabungan Staf Mark Milley pada 15 Oktober 2020.
Dalam rilis Amnesty International Indonesia, Prabowo adalah mantan Jenderal Indonesia yang selama puluhan tahun dilarang untuk memasuki AS karena adanya tuduhan keterlibatan pelanggaran HAM.
Baca Juga: Dapat Visa Amerika Serikat, Prabowo Lapor Presiden Jokowi
Agenda kunjungan Prabowo ke AS adalah dalam rangka memenuhi undangan Menhan AS Mark Esper pada 15-19 Oktober 2020.
Jadwal kunjungan itu tak berselang lama setelah Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan visa bagi Prabowo.
Di kesempatan berbeda, Juru bicara Menteri Pertahanan Dahnil Anzar mengatakan, Menhan Prabowo diundang Menteri Pertahanan AS Mark Esper. Kunjungan akan berlangsung pada 15-19 Oktober 2020.
"Undangan ini melanjutkan pembicaraan detail terkait kerja sama bilateral bidang pertahanan," ujar Dahnil beberapa waktu lalu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.