JAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini Senin (17/3/2025) Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran 2025 bagi para PNS dan ASN sudah cair, seperti diumumkan Presiden RI Prabowo Subianto.
"Masih terkait libur Idul Fitri, saya telah menandatangani PP Nomor 11 Tahun 2025 yang mengatur kebijakan pemberian THR dan gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)," kata Prabowo dalam keterangan pers, Selasa (11/3/2025).
"THR dan gaji ke-13 akan diberikan seluruh aparatur negara di pusat dan daerah, termasuk PNS, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, prajurit TNI-Polri, para hakim serta pensiunan, dengan jumlah total mencapai 9,4 juta penerima," jelas Prabowo.
Sedangkan untuk besaran THR bagi ASN pusat, meliputi gaji pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan kinerja.
"Untuk THR dan gaji ke-13, besaran pemberiannya adalah bagi ASN pusat, prajurit TNI-Polri dan hakim, meliputi gaji pokok, tunjangan melekat, dan tunjangan kinerja," ujar Prabowo.
Baik bagi PNS atau ASN atau pekerja swasta, rata-rata mendapat hak THR meski belum semua kalangan pekerja mendapat hak THR,
Baca Juga: Usman Hamid Ungkap di RUU TNI Ada Pasal Disetujui Berhubungan dengan Peran TNI di Luar Pertahanan
Namun yang jelas, THR diandalkan untuk banyak urusan. Sebagian menggunakan THR untuk ongkos perayaan Idul Fitri yang tidak murah. Mulai dari biaya mudik, amplop Lebaran bagi sanak saudara, sampai belanja baju baru dan oleh-oleh bagi keluarga.
THR di Tengah Ekonomi Lesu
Di tengah kondisi ekonomi yang tengah lesu dan daya beli masyarakat yang belum pulih betul, THR juga digunakan untuk membantu ”menyambung napas” pekerja saat gaji menipis. Sebagian orang bahkan menyisihkan THR-nya untuk ditabung.
Rikha Khulafaurus (36), misalnya, ASN asal Jakarta ini mengaku THR tahun ini digunakan untuk beberapa keperluan sekaligus seperti berencana mengalokasikan untuk orangtua, saudara, serta bekal jajan saat mudik ke Blitar, Jawa Timur.
Namun ia tetap akan menyisihkan uang THR untuk ditabung dalam bentuk cash (tunai) ataupun reksa dana. ”Meskipun sedikit, menurut saya tetap perlu ada yang disisihkan untuk ditabung dari THR tahun ini,” kata Rikha dikutip dari Kompas. id.
Lain halnya bagi Sri Rahmawati (46), buruh garmen di Cilincing, Jakarta Utara ini menggunakan THR sepenuhnya untuk membiayai keperluan di hari raya serta berbagi dengan sanak saudara, orangtua, dan mertua.
Lokasi kampung halamannya yang jauh di Bima, Nusa Tenggara Barat, membuat Rahma tidak terlalu sering mudik saat Lebaran. Apalagi, ongkos ke Bima terhitung cukup mahal. Hal itu yang membuatnya jarang pulang kampung. "Mungkin 3-4 tahun sekali, sehingga bisa mengumpulkan uang untuk ongkos bersama keluarga,” kata perempuan yang biasa disapa Rahma ini.
Rahma mengatakan, kehadiran THR sangat penting bagi pekerja, untuk merayakan hari raya bersama keluarga dan berkumpul dengan keluarga di kampung.
Ia berharap ke depan pemerintah bisa memperketat pengawasan bagi pengusaha yang tidak membayarkan THR tepat waktu sesuai hak buruh. Sebab, hampir setiap tahun, ada saja kasus buruh tidak mendapat THR atau terlambat mendapat THR.
Lain lagi bagi Onta (37), pengojek daring asal Kota Tangerang, Banten. Ia baru saja mendapat informasi berkesempatan mendapat bonus hari raya sebagai mitra pengemudi daring.
Kabar ini tersiar setelah pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan surat edaran yang mengimbau perusahaan layanan angkutan berbasis aplikasi untuk memberikan bonus hari raya (BHR) kepada pengemudi transportasi daring.
Paslanya, sejak awal menjadi mitra pengemudi daring Juni 2024, ia belum pernah mendengar kabar bahwa pengojek daring juga mendapat bonus hari raya dari aplikator.
”Jadi, kalau mau dapat (BHR), harus diusahakan saya bisa mencapai target yang ditetapkan. Kalau dapat, lumayan untuk servis motor dan biaya hidup,” ucap Onta.
Nasib kurang beruntung diderita Jumiyem alias Lek Jum (50), pembantu rumah tangga (PRT) asal Yogyakarta. Tak pernah sekalipun ia mendapatkan THR atau sejenis bonus di hari raya, meski pernah minta ke majikannya. "Majikan tidak bersedia memberi THR. Katanya, pembantu aja, kok, minta THR,” tuturnya.
Padahal, kata Lek Jum, PRT lain ada yang diberikan bingkisan hari raya berupa roti, sirop, dan minyak goreng. Ada juga yang mendapat uang THR separuh gaji atau sepertiga gaji.
”Ini karena PRT belum punya peraturan undang-undang. PRT masih dianggap sebagai pembantu sehingga tidak punya hak untuk mendapat THR,” kata Jumiyem.
Baca Juga: Usman Hamid Beberkan Kronologi Dugaan Intimidasi Detasemen Intelijen Kodam Jaya ke KontraS
Belum ada yang bisa dirujuk, misalnya Badan Pusat Statistik (BPS), untuk menghitung kontribusi PRT ke perekonomian nasional. Namun, studi Bank Dunia tahun 2010 menyatakan bahwa PRT menyumbang sekitar 2 persen dari PDB Indonesia.
Sebuah studi lain oleh organisasi buruh dunia (ILO) pada 2015 menemukan bahwa PRT menyumbang sekitar 7 persen dari total pekerjaan di Indonesia.
Padahal, tanpa PRT, industri UMKM, warung-warung akan ambruk. Keberadaan PRT sangat signifikan bagi perekonomian rumah tangga, regional, dan nasional. Hampir di rumah masyarakat kelas menengah apalagi atas, selalu memiliki PRT.
Nah, THR memang belum merata didapat. Tapi semoga perekonomian kembali menggeliat agar berkah hari raya bisa dinikmati semua kalangan.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.