JAKARTA, KOMPAS.TV - Permainan (game) roleplay atau RP belakangan ini sedang tren di TikTok. Adapula video viral yang menampilkan seorang anak kecil yang dimarahi ayahnya karena bermain RP.
Dalam konteks permainan, roleplay adalah salah satu jenis genre game di mana pemainnya memerankan tokoh tertentu atau orang lain.
Adapun beberapa game roleplayer contohnya Ragnarok Online, Genshin Impact, Seal, Final Fantasy, Dragon Quest, Dragon Quest, Call of Duty, dan masih banyak lagi.
Di sosial media seperti Twitter dan TikTok, para pemain RP biasa disebut dengan roleplayer. Saat main RP, pengguna seolah-olah berperan menjadi tokoh fiksi untuk berinteraksi dengan roleplayer lain.
Para roleplay bisa saling follow untuk berteman atau biasa dalam bahasa gaulnya disebut dengan “mutualan”.
Kemudian, pemain juga bisa menjalin hubungan fiksi tertentu seperti keluarga, sepasang kekasih, teman, musuh dan lainnya.
Baca Juga: Apa Itu Roleplay yang Viral di TikTok? Ternyata Ini Dampak Positif dan Negatifnya
Tidak hanya karakter game, para roleplayer juga bebas menirukan tokoh lain seperti selebriti Amerika, Korea Selatan, Idol K-Pop dan figur publik lainnya.
Khusus untuk game roleplay, memang ada sejumlah dampak negatif yang harus diwaspadai, terutama kepada anak-anak.
Call of Duty, Final Fantasy, Ragnarok Online merupakan permainan yang mengandung konten kekerasan, oleh karena itu, ada batasan usia tertentu bagi para pemainnya.
Meski ada pula dampak positif seperti mempertajam pikiran taktis, namun tidak sedikit pula orang yang berubah menjadi kasar dan suka dengan kekerasan.
Terlebih jika diakses oleh anak di bawah usia matang, maka dapat mengganggu mentalitas dan perilaku.
Seseorang yang mengalami adiksi bermain game juga berdampak pada perubahan struktur dan fungsi otak. Hal itu diungkapkan oleh Praktisi kesehatan jiwa, dr. Kristiana Siste, SpKJ(K) seperti dilansir dari kemkes.go.id, Selasa (20/6/2023).
Baca Juga: Kenapa Ada Orang yang Rela Habiskan Uang Ratusan Juta untuk "Menyawer" di Live Streaming TikTok?
“Struktur dan fungsi otaknya mengalami perubahan. Jadi, kalau kita lihat otaknya pake MRI, ada perubahan di bagian otak pre-frontal cortex”, tutur dr. Siste.
Gangguan pada bagian otak tersebut mengakibatkan orang yang mengalami suatu ketergantungan atau kecanduan kehilangan beberapa kemampuan/fungsi otaknya, antara lain fungsi atensi (memusatkan perhatian terhadap sesuatu hal), fungsi eksekutif (merencanakan dan melakukan tindakan) dan fungsi inhibisi (kemampuan untuk membatasi).
“Adanya perubahan otak membuat dirinya sulit mengendalikan perilaku impulsif. Sering pasien bilang sama saya, udah bosen main (game) tapi nggak bisa berhenti. Karena memang otaknya sudah berubah, fungsi otak yang berfungsi untuk menahan perilaku untuk tidak impulsif itu sudah terganggu. Padahal dia sendiri sudah tidak menikmati, tapi tidak bisa berhenti karena kehilangan kontrol tadi”, terangnya.
Salah satu contohnya adalah dikarenakan terbiasa untuk mendapat reward cepat seperti yang didapatkan pada saat bermain game, mereka menjadi susah menunda keinginan.
Selain berperilaku impulsif, bisanya orang yang kecanduan game kehilangan fokus saat mengerjakan sesuatu sehingga berdampak pada prestasi dan produktivitasnya.
Emosi yang tidak stabil juga seringkali berdampak buruk pada hubungan relasinya. Sehingga sebagian besar para pecandu video/game online menunjukkan sikap yang anti-sosial.
Sumber : Kompas TV, kemkes.go.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.