Oleh: Trias Kuncahyono
Lewat lagu Hymne à l’amour, yang dinyanyikan memuncaki pembukaan Olimpiade Paris, 26 Juli 2024, Celine Dion, membuat orang bergegas tidak hanya berebut memberikan pujian, berdecak kagum, bertepuk tangan, meneriakkan namanya, tetapi juga meneteskan air mata.
Hujan yang menguyur Paris malam itu pun, tak mampu menenggelamkan keelokan dan kekuatan syair lagu yang ditulis Edith Piaf dan Marguerite Monnot, yang memang sangat romantis dan mengirimkan pesan persaudaraan dan cinta yang demikian kuat.
Piaf menulis lirik balada ini pada tahun 1949 di rumah yang dibelinya bersama kekasihnya, juara tinju Prancis Marcel Cerdan. Bagi Cerdan-lah lagu itu ditulis, yang tewas dalam kecelakaan pesawat.
Diterangi kembang api, yang menghiasi langit Paris, diva Kanada kelahiran 1968 dengan penuh perasaan mengingatkan, lewat lagu L’Hymne à l’amour bahwa Amor omnia vincit, kasih sayang mengalahkan segalanya; Amor mundum fecit, cinta itu menciptakan dunia baru.
Coba baca dan kalau bisa nyanyikanlah syair yang mengawali himne cinta ini:
Le ciel bleu sur nous peut s’effondrer
Et la Terre peut bien s’écrouler
Peu m’importe si tu m’aimes
(Langit biru di atas kita mungkin akan runtuh
Dan Bumi mungkin akan amblas
Aku tidak peduli jika kamu mencintaiku..)
Celine Dion tampak emosional saat berhenti sejenak untuk bernapas sebelum baris terakhir dari lagu Piaf yang romantis itu dinyanyikan, …Dieu réunit ceux qui s’aiment… Tuhan mempertemukan kembali mereka yang saling mencintai…
***
Olahraga adalah bahasa universal yang melampaui batas, bahasa, ras, kebangsaan dan agama. Olahraga mempunyai kapasitas untuk menyatukan masyarakat, mendorong dialog dan saling menerima; merangsang kelebihan diri, membentuk semangat pengorbanan, menumbuhkan kesetiaan dalam hubungan interpersonal. Olahraga mengundang orang untuk mengenali batasan mereka sendiri dan nilai orang lain.
Maka semestinya olimpiade menjadi kesempatan yang tidak boleh dilewatkan bagi semua orang yang datang dari seluruh dunia untuk menemukan dan menghargai satu sama lain, untuk meruntuhkan prasangka, untuk menumbuhkan harga diri di mana ada penghinaan dan ketidakpercayaan, dan persahabatan di mana ada kebencian.
Sebab, kata Paus, olimpiade pada dasarnya adalah tentang perdamaian, bukan perang. Dengan semangat inilah maka pada zaman dahulu, gencatan senjata dilembagakan dengan bijak selama olimpiade, dan zaman modern secara rutin berupaya untuk menghidupkan kembali tradisi bahagia ini.
Maka, dalam pesannya kepada Metropolitan Paris Uskup Agung Laurent Ullich, menjelang olimpiade, Paus Fransiskus mengingatkan, jika tetap menjadi “permainan”, olimpiade dapat menjadi tempat pertemuan luar biasa antarbangsa, bahkan yang paling bermusuhan sekalipun.
Karena itu, semestinya olahraga memobilisasi yang terbaik dalam diri manusia dan kemanusiaan. Kata Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC), Thomas Bach, “Keyakinan (faith) dan olahraga, memiliki banyak nilai yang sama yang memandu manusia untuk hidup bersama dalam damai dengan sesama umat manusia.”
***
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.