JAKARTA, KOMPAS.TV - Israel dan Hamas telah mencapai kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata atau ceasefire di Gaza, wilayah Palestina yang telah dibombardir Israel sejak 7 Oktober 2023.
Hal itu diumumkan pemerintah Qatar dan Amerika Serikat pada Rabu (15/1/2025) atau Kamis (16/1/2024) WIB.
Dilansir The Associated Press, Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan gencatan senjata tersebut akan mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025).
Di Washington, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan gencatan senjata akan terus berlaku selama Israel dan Hamas tetap berada di meja perundingan.
Selain Qatar dan Amerika Serikat, perundingan gencatan senjata juga melibatkan Mesir dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Gencatan senjata adalah upaya perdamaian yang dilakukan secara formal dengan kesepakatan dan komitmen satu sama lain untuk meredakan pertempuran.
Baca Juga: Reaksi Kemlu RI atas Gencatan Senjata Hamas-Israel: demi Negara Palestina yang Merdeka dan Berdaulat
Artinya, pihak-pihak yang terkait akan melakukan penarikan senjata dan memposisikan kembali pasukannya di zona aman, zona demiliterisasi, dan garis pemisah lainnya.
Dilansir kontan.co.id, gencatan senjata dapat bersifat sementara atau permanen, tergantung pada isi dari kesepakatan.
Selama periode gencatan senjata, pihak-pihak yang terlibat diharapkan untuk menahan diri dari serangan militer dan tindakan ofensif lainnya.
Proses gencatan senjata sering kali diawasi oleh pihak ketiga atau pasukan penjaga perdamaian untuk memastikan kepatuhan semua pihak.
Berikut kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
Baca Juga: Pelantikan Donald Trump Digelar Besok Senin, seperti Apa Prosesinya?
Fase pertama
Sebanyak 33 warga Israel yang menjadi tawanan Hamas di Gaza, termasuk perempuan, anak-anak, dan warga sipil berusia di atas 50 tahun, akan dibebaskan.
Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan lebih banyak tawanan Palestina selama fase ini.
Menurut Al Jazeera, per April 2024, Israel menahan sekitar 9.500 warga Palestina. Sebanyak 3.660 ditahan dengan status tahanan administratif (ditahan tanpa dakwaan atau proses peradilan), 200 merupakan anak-anak, dan 80 perempuan.
Sebanyak 561 orang dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Israel.
Dalam fase pertama ini, Israel juga diharuskan menarik pasukannya dari wilayah permukiman padat penduduk di Gaza ke area yang tidak lebih dari 700 meter dari perbatasan Gaza dengan Israel.
Selain itu, warga sipil akan diizinkan kembali ke rumah mereka di wilayah utara Gaza yang sebelumnya terkepung, dan Israel akan membuka jalur bantuan hingga 600 truk per hari untuk masuk ke wilayah tersebut.
Warga Palestina yang terluka akan diperbolehkan meninggalkan Gaza untuk mendapatkan perawatan medis, dan penyeberangan Rafah dengan Mesir akan dibuka tujuh hari setelah tahap pertama dimulai.
Israel akan mengurangi jumlah pasukannya di Koridor Philadelphi, area perbatasan antara Mesir dan Gaza, dan akan mundur sepenuhnya paling lambat 50 hari setelah perjanjian ini berlaku.
Fase kedua
Jika semua persyaratan fase kedua terpenuhi, Hamas akan melepaskan seluruh tawanan yang masih hidup, terutama tentara laki-laki, sebagai imbalan atas pembebasan lebih banyak tawanan Palestina dari penjara-penjara Israel.
Pada tahap ini, Israel juga akan memulai proses penarikan pasukan secara menyeluruh dari Gaza.
Fase ketiga
Apabila persyaratan fase kedua berhasil dilaksanakan, jenazah para tawanan yang tersisa akan diserahkan.
Sebagai gantinya, akan dilaksanakan rencana rekonstruksi Gaza selama tiga hingga lima tahun yang berada di bawah pengawasan internasional.
Sumber : Associated Press, Al Jazeera, Kontan
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.