“Pada 23 Desember, pejabat pasar menginstruksikan kami untuk berkontrobusi dalam arti mendukung material,” kata salah seorang penjual di Pasar Petani Nammin di Sinuiju.
Tak ada pedagang yang bisa menghindar untuk tidak membayar, meski pejabat menyebutnya partisipasi sukarela.
Pengelola pasar akan mempersulit kehidupan dengan mengganggu penugasan kios bagi mereka yang mencoba mengabaikan perintah itu.
Orang-orang mengungkapkan rasa frustasi atas beban keuangan tambahan yang dibebankan ke mereka, dengan dalih menyiapkan hadiah pindah rumah, bahkan setelah korban banjir pindah ke rumah baru.
Bahkan menurut mereka korban banjir adalah orang paling beruntung pada 2024.
Juga ada yang mengatakan bahwa lebih baik terkena banjir sehingga mendapat bantuan.
Ketika banjir melanda Pyongan Utara dan Jagang pada Juli lalu, otoritas Korea Utara mengumumkan setiap rumah tangga memberikan 10.000 won Korea Utara atau setara Rp179.000 per bulan untuk membantu korban banjir.
Warga terdekat juga dipaksa menyiapkan material bangunan, alat-alat, dan makanan untuk pekerja konstruksi yang membangun apartemen untuk korban banjir.
Baca Juga: Surat Terakhir Pengemudi Tesla Cybertruck yang Tewas dalam Ledakan, Beri Pesan untuk Negara AS
Mereka bahkan juga dipaksa menyiapkan alat pembersih sebagai pembersihan terakhir setelah pembangunan apartemen selesai.
“Kami pikir permintaan tanpa henti ini akan berhenti setelah upacara perumahan itu,” kata sumber tersebut.
“Namun kini mereka ingin kami juga membayar hadiah. Ini melelahkan. Kadang saya berpikir apakah donasi paksaan ini akan bisa berhenti,” ujarnya.
Sumber : Daily NK
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.