BERLIN, KOMPAS.TV – Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendesak sekutu-sekutu Barat negaranya untuk mengizinkan penggunaan rudal jarak jauh dalam perang melawan Rusia.
Hal tersebut disampaikan Zelenskyy dalam pertemuan Kelompok Kontak Pertahanan Ukraina (UDCG) di Pangkalan Udara Ramstein, Jerman, Jumat (6/9/2024).
“Kami membutuhkan kemampuan rudal jarak jauh, tidak hanya di wilayah yang terbagi di Ukraina, tetapi juga di wilayah Rusia, agar Rusia termotivasi untuk mencari perdamaian,” ujar Zelenskyy di hadapan para perwakilan dari sekitar 50 negara yang tergabung dalam UDCG, dikutip dari Al Jazeera.
Dia menekankan serangan ke wilayah Rusia diperlukan agar para pemimpin Moskow, termasuk Presiden Vladimir Putin, menyadari bahwa perang yang mereka mulai tidak akan berakhir dengan mudah.
Baca Juga: Rusia Kirim Serangan Rudal Balistik ke Kota Ukraina, Kiev: Sedikitnya 50 Orang Terbunuh
"Kita perlu membuat kota-kota Rusia dan bahkan tentara Rusia berpikir tentang apa yang mereka butuhkan: perdamaian atau [Presiden Rusia Vladimir] Putin," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Amerika Serikat (AS) berjanji menambah bantuan militer sebesar 250 juta dolar AS atau sekitar Rp3,8 triliun.
“Bantuan ini akan meningkatkan kemampuan Ukraina untuk memenuhi kebutuhan mereka yang terus berkembang. Kami akan mengirimkannya dengan kecepatan perang," kata Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dalam pertemuan tersebut.
Austin juga menegaskan komitmen AS sebagai pendukung utama Ukraina dalam konflik ini. Sejak awal invasi Rusia pada Februari 2022, AS telah memberikan lebih dari 56 miliar dolar AS (sekitar Rp862,6 triliun) dari total 106 miliar dolar AS (sekitar Rp1.632,8 triliun) bantuan keamanan yang disalurkan oleh kelompok Ramstein.
Pertemuan di Ramstein berlangsung di tengah situasi medan perang yang semakin memanas.
Serangan Rusia di kota Poltava baru-baru ini dilaporlam menewaskan 55 orang dan melukai lebih dari 300 lainnya.
Serangan tersebut memaksa Ukraina untuk memperkuat pertahanan mereka, termasuk dengan dukungan rudal jarak jauh.
Di sisi lain, pasukan Rusia terus maju ke wilayah Donbas, dengan Putin menyatakan merebut wilayah di timur Ukraina adalah “tujuan utama” dalam perang ini.
Baca Juga: AS Tuntut Negara Kim Jong-un Bertanggung Jawab atas Dukungan ke Rusia dalam Perang di Ukraina
Meski begitu, Ukraina melakukan serangan kejutan ke wilayah Kursk, Rusia, yang sempat membuat pasukan Rusia kewalahan.
Namun, Putin menepis pentingnya serangan tersebut. Dia mengeklaim hal itu tidak menghambat laju pasukan Rusia.
Meskipun Zelenskyy berulang kali meminta lebih banyak bantuan, termasuk sistem rudal dan jet tempur F-16, belum jelas apakah seluruh permintaannya akan terpenuhi.
Austin mengindikasikan AS akan memberikan segala yang bisa diberikan, tetapi belum tentu seluruh keinginan Ukraina akan dipenuhi.
Selain itu, pemerintah Jerman juga menetapkan "garis merah" mengenai penggunaan senjata mereka di wilayah Rusia.
Hal ini menambah tantangan diplomatik bagi Zelenskyy, yang berusaha menggalang dukungan internasional untuk mempercepat berakhirnya perang.
Di luar pertemuan Ramstein, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyerukan kepada China untuk menghentikan dukungannya terhadap Rusia.
Stoltenberg menyebut China sebagai "pendukung penting" bagi Rusia dalam perang ini dan mendesak negara tersebut untuk mengubah posisinya.
"Saya menyerukan China untuk menghentikan dukungan terhadap perang ilegal Rusia," ujarnya.
Pernyataan Stoltenberg ini merespons tuduhan NATO sebelumnya terhadap China, yang dianggap memberikan dukungan ekonomi dan politik kepada Moskow.
Namun, China menolak tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai pernyataan yang “berprasangka buruk dan tidak berdasar.”
Baca Juga: Zelenskyy Berencana Rombak Kabinet saat Perang, Menlu Ukraina Mundur
Sumber : Al Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.