NEW YORK, KOMPAS.TV - Dewan Keamanan PBB hari Senin, 25/3/2024, telah mengeluarkan tuntutan pertamanya untuk gencatan senjata di Gaza, Palestina. Resoluis ini membuat murka Israel karena AS memilih abstain dalam pemungutan suara. Ketegangan dua negara yang awalnya saling mendukung ini pun tak terhindarkan.
Ketegangan antara Israel dan Amerika Serikat memuncak setelah PM Netanyahu memutuskan membatalkan pertemuan yang dijadwalkan di Washington oleh utusan utamanya untuk membahas strategi serangan di kota Gaza, Rafah.
Langkah ini diambil menyusul keputusan Amerika Serikat yang memilih untuk tidak menggunakan hak veto dalam pemungutan suara Resolusi Dewan Keamanan PBB yang didukung oleh Rusia dan China.
Dalam sebuah pernyataan resmi dari Kantor Perdana Menteri Israel, keputusan AS tersebut dianggap merugikan upaya perang melawan Hamas dan merusak upaya pembebasan sandera.
Netanyahu menyatakan keputusan AS tersebut adalah "mundur dari posisi konsisten AS dalam Dewan Keamanan sejak awal perang," dan memberikan sinyal kepada Hamas bahwa tekanan internasional dapat memaksa Israel untuk menerima gencatan senjata tanpa memperoleh pembebasan sandera yang diinginkan.
Menanggapi pembatalan kunjungan tersebut, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, menyatakan kekecewaannya dan menekankan AS berharap untuk berdiskusi secara komprehensif dengan Israel tentang alternatif tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi situasi di Rafah.
Kirby menegaskan keputusan AS untuk tidak memveto resolusi tersebut tidak mencerminkan perubahan kebijakan, melainkan merupakan bagian dari dukungan AS terhadap gencatan senjata sebagai bagian dari upaya pembebasan sandera. Meskipun demikian, Israel menegaskan resolusi tersebut tidak mempengaruhi kemampuan mereka untuk melanjutkan operasi militer melawan Hamas.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby, mengatakan Amerika Serikat "agak bingung" dengan keputusan Netanyahu, yang "memilih untuk menciptakan persepsi perbedaan di sini ketika mereka tidak perlu melakukan itu."
Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 anggota memberikan suara 14 setuju, 0 menolak dan satu abstain untuk menyetujui resolusi tersebut, yang juga menuntut pembebasan semua sandera yang ditahan selama serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober di selatan Israel. Ruangan tersebut pecah dengan tepuk tangan keras setelah pemungutan suara.
AS dalam sidang sebelumnya memveto resolusi gencatan senjata Dewan Keamanan sebagian besar karena gagalnya mengaitkannya secara langsung dengan pembebasan sandera, kegagalan mengutuk serangan Hamas, dan kerahasiaan dari negosiasi yang sedang berlangsung.
Pejabat AS berpendapat gencatan senjata dan pembebasan sandera terkait, sementara Rusia, China, dan banyak anggota dewan lainnya mendukung desakan adanya gencatan senjata tanpa syarat.
Baca Juga: Tiga Perintah Utama Resolusi Dewan Keamanan PBB untuk Israel Malam Tadi Terkait Gaza
Resolusi yang disetujui hari Senin menuntut pembebasan sandera tetapi tidak menjadikannya sebagai syarat bagi gencatan senjata untuk bulan Ramadan, yang berakhir bulan April.
Hamas mengatakan mereka menyambut baik langkah PBB tetapi mengatakan gencatan senjata perlu menjadi permanen.
"Kami mengkonfirmasi kesiapan kami untuk terlibat dalam proses pertukaran tahanan segera yang mengarah pada pembebasan tahanan dari kedua belah pihak," kata kelompok itu. Selama beberapa bulan terakhir, Hamas mencari kesepakatan yang bisa mewujudkan akhir yang komprehensif dari konflik tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres men-tweet: "Resolusi ini harus dilaksanakan. Kegagalan tidak bisa dimaafkan."
Keputusan AS untuk abstain datang pada saat ketegangan antara pemerintahan Presiden Joe Biden dan Netanyahu atas perilaku Israel dalam perang, jumlah korban sipil yang luar biasa tinggi, dan pembatasan bantuan kemanusiaan terhadap Gaza.
Kedua negara juga bentrok atas penolakan Netanyahu terhadap negara Palestina, kekerasan pemukim Yahudi terhadap Palestina di Tepi Barat yang diduduki, dan perluasan pemukiman di sana.
Selain itu, permusuhan yang terkenal antara Netanyahu dan Biden, yang bermula dari masa jabatan Biden sebagai wakil presiden, makin parah setelah Biden mempertanyakan strategi Israel dalam melawan Hamas.
Pemimpin Mayoritas Senat, Chuck Schumer, seorang sekutu Biden, menyatakan Netanyahu tidak bertindak dalam kepentingan terbaik Israel dan menyerukan agar Israel mengadakan pemilihan umum baru. Biden menegaskan persetujuannya terhadap pernyataan Schumer, memicu teguran dari Netanyahu kepada Biden.
Baca Juga: Ini Alasan AS Tidak Veto Resolusi Dewan Keamanan PBB yang Menuntut Gencatan Senjata Israel di Gaza
Pada rencana kunjungan AS, delegasi Israel hendak menyampaikan kepada pejabat Gedung Putih rencana mereka untuk kemungkinan invasi darat ke Rafah, sebuah kota di perbatasan Mesir di selatan Gaza di mana lebih dari 1 juta warga sipil Palestina mencari perlindungan dari perang.
Minggu lalu, Netanyahu menolak permintaan AS untuk menghentikan rencana serbuan Rafah, lalu sesumbar selama kunjungan Menlu AS Antony Blinken bahwa Israel akan bertindak sendiri jika perlu.
Blinken memperingatkan bahwa Israel dapat segera menghadapi isolasi internasional yang meningkat, sementara Wakil Presiden Kamala Harris mengatakan Israel dapat segera menghadapi konsekuensi yang tidak ditentukan jika meluncurkan serangan darat.
Pemungutan suara Dewan Keamanan terjadi setelah Rusia dan China memveto resolusi yang disponsori AS hari Jumat yang akan mendukung "gencatan senjata segera dan berkelanjutan" dalam konflik Israel-Hamas.
Karena Ramadan berakhir pada 9 April, permintaan gencatan senjata hanya akan berlangsung selama dua minggu, meskipun draf tersebut menyatakan jeda dalam pertempuran harus mengarah pada "gencatan senjata yang berkelanjutan".
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan resolusi tersebut "menegaskan dukungan bagi upaya diplomasi yang sedang berlangsung," menambahkan para negosiator "semakin mendekati" kesepakatan untuk gencatan senjata dengan pembebasan semua sandera, "tapi kita belum sampai di sana."
Dia mendorong dewan dan anggota PBB di seluruh dunia untuk "berbicara dan menuntut dengan tegas agar Hamas menerima tawaran yang ada."
Thomas-Greenfield mengatakan AS abstain karena "beberapa editan" yang diminta AS diabaikan, termasuk kecaman terhadap Hamas. Resolusi yang diajukan oleh 10 anggota dewan terpilih ini didukung oleh Rusia, China, dan Grup 22 negara Arab di PBB.
Baca Juga: AS Berhenti Veto Resolusi Gencatan Senjata, Israel Marah dan Batalkan Kunjungan ke Gedung Putih
Di bawah Piagam PBB, resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hukum bagi 193 anggota negara, meskipun sering diabaikan.
Duta Besar PBB dari Aljazair, Amar Bendjama, perwakilan Arab di dewan tersebut, berterima kasih kepada dewan atas akhirnya menuntut gencatan senjata.
"Kami menantikan komitmen dan kepatuhan dari kekuatan pendudukan Israel dengan resolusi ini, agar mereka mengakhiri pembantaian tanpa syarat apapun, untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina," katanya.
Riyad Mansour, duta besar Palestina untuk PBB, mengatakan kepada dewan bahwa pemungutan suara tersebut "harus menjadi titik balik" yang mengarah pada penyelamatan nyawa di Gaza dan mengakhiri "serangan kekejaman terhadap rakyat kami."
Tak lama sebelum pemungutan suara pada hari Senin, anggota-anggota terpilih mengubah draf resolusi akhir untuk menghilangkan kata "permanen" dari tuntutan bahwa gencatan senjata Ramadan harus mengarah pada "gencatan senjata yang berkelanjutan" tampaknya atas permintaan dari Amerika Serikat.
Rusia mengeluh penghapusan kata tersebut dapat memungkinkan Israel "melanjutkan operasi militernya di Gaza kapan saja" setelah Ramadan dan mengusulkan amendemen untuk mengembalikannya.
Sejak awal perang, Dewan Keamanan telah mengadopsi dua resolusi tentang situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza, tetapi tidak ada yang menyerukan gencatan senjata.
Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Akhirnya Sahkan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, AS Tak Gunakan Hak Veto
Selama invasi, lebih dari 32.000 warga Palestina di Gaza tewas menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Badan tersebut tidak membedakan antara warga sipil dan anggota bersenjata dalam hitungannya, tetapi mengatakan bahwa perempuan dan anak-anak menyumbang dua pertiga dari jumlah korban.
Gaza juga menghadapi keadaan darurat kemanusiaan yang mengerikan. Sebuah laporan dari otoritas internasional tentang kelaparan memperingatkan pekan lalu bahwa "kelaparan sudah dekat" di Gaza bagian utara dan bahwa eskalasi perang dapat mendorong separuh dari 2,3 juta penduduk wilayah tersebut ke ambang kelaparan.
Amerika Serikat telah memveto tiga resolusi yang menuntut gencatan senjata di Gaza, yang terbaru merupakan tindakan yang didukung oleh Arab pada 20 Februari. Resolusi tersebut didukung oleh 13 anggota dewan dengan satu abstain, mencerminkan dukungan yang kuat untuk gencatan senjata.
Rusia dan China memveto resolusi yang disponsori AS pada akhir Oktober yang menyerukan jeda kemanusiaan dalam pertempuran untuk memberikan bantuan, perlindungan terhadap warga sipil, dan penghentian persenjataan Hamas. Mereka mengatakan bahwa itu tidak mencerminkan panggilan global untuk gencatan senjata.
Mereka sekali lagi memveto resolusi AS pada Jumat, mengatakan itu ambigu dan mengatakan bahwa itu bukan tuntutan langsung untuk mengakhiri pertempuran yang banyak diinginkan dunia.
Pemungutan suara tersebut menjadi konfrontasi karena AS mendapat kritik yang dinilai tidak cukup tegas terhadap sekutunya Israel, bahkan ketegangan antara kedua negara tersebut meningkat.
Thomas-Greenfield hari Senin menuduh Rusia dan China menggunakan konflik Gaza "sebagai alat politik, untuk mencoba membagi dewan ini pada saat kita perlu bersatu."
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.