KIEV, KOMPAS.TV - Saat pasukan dan tank Rusia menyerbu Ukraina pada Februari 2022, puluhan ribu warga Ukraina berbondong-bondong mendaftar untuk melayani di militer dalam gelombang semangat patriotik.
Arus para pejuang yang dengan patuh dimobilisasi jadi pasukan tempur atau sebagai relawan berhasil membantu menggagalkan serangan awal Rusia dan menghalangi rencana Kremlin untuk menjatuhkan pemerintah Ukraina.
Namun, setelah hampir dua tahun pertempuran berdarah, dan dengan Ukraina sekali lagi membutuhkan pasukan segar untuk menahan serbuan baru Rusia, para pemimpin militer tidak bisa lagi mengandalkan semangat semata.
Makin banyak pria menghindari wajib militer, sementara desakan untuk menarik prajurit di garis depan yang kelelahan semakin meningkat.
Perubahan suasana hati ini terutama terlihat dalam perdebatan sengit mengenai RUU mobilisasi baru yang dapat menyebabkan pemanggilan hingga 500.000 tentara. RUU ini diajukan di Parlemen pada Desember 2023, namun segera ditarik untuk direvisi.
RUU ini memicu ketidakpuasan dalam masyarakat Ukraina tentang proses perekrutan militer, yang disoroti sebagai sarang korupsi dan semakin agresif. Banyak anggota parlemen menyatakan beberapa ketentuannya, seperti melarang penghindar wajib militer membeli properti, dapat melanggar hak asasi manusia.
Titik paling kontroversial menyangkut isu mobilisasi massal yang sangat sensitif.
Langkah-langkah yang akan memudahkan wajib militer dianggap para ahli sebagai membuka jalan bagi mobilisasi massal, seperti yang dikatakan pejabat militer baru-baru, bahwa itu diperlukan untuk mengganti kerugian di medan perang dan menahan pertempuran sengit satu tahun ke depan.
Banyak di Ukraina yang khawatir langkah-langkah tersebut bisa memicu ketegangan sosial.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, tampak enggan mengambil tanggung jawab untuk memberlakukan pemanggilan besar-besaran, malah meminta pemerintah dan militer untuk menyusun argumen lebih banyak mendukung langkah ini, seperti yang dilaporkan oleh New York Times, Senin, (29/1/2024).
"Saya belum melihat detail yang cukup jelas untuk mengatakan bahwa kita perlu melakukan mobilisasi setengah juta orang," ujarnya dalam wawancara baru-baru ini dengan saluran berita Inggris Channel 4.
Baca Juga: Pejabat Kemhan Dituding Korupsi $40 Juta Dana Impor Mortir Perang Rusia, 5 Pejabat Ukraina Ditangkap
Militer mengusulkan bahwa mobilisasi massal adalah isu pemerintah sipil, suatu tanggapan yang dapat memperburuk ketegangan antara Zelenskyy dan panglima tertingginya, Jenderal Valery Zaluzhny. Presiden mencela Jendral Zaluzhny pada musim gugur lalu, setelah dia mengatakan bahwa perang telah mencapai kebuntuan.
"Ini seperti bola panas," kata Petro Burkovsky, kepala Democratic Initiatives Foundation, sebuah think tank Ukraina.
"Pemimpin politik memutuskan untuk menghindari isu mobilisasi" selama perang, kata Burkovsky. Tetapi dengan pasukan terkuras setelah dua tahun, mengabaikan kebutuhan mobilisasi tentara baru tidak dapat dipertahankan, "dan sekarang, seseorang harus bertanggung jawab secara politis."
Tantangan untuk mengumpulkan cukup pasukan hanyalah salah satu dari banyak masalah yang dihadapi Ukraina ketika bantuan militer dan keuangan asing semakin sulit didapatkan, mengancam melemahkan kemampuan Kiev untuk menahan garis depan dan mendukung ekonominya.
Kebutuhan untuk memperbarui angkatan bersenjata Ukraina telah terlihat selama beberapa bulan. Meskipun Kiev merahasiakan jumlah korban, pejabat Amerika Serikat musim panas lalu menyebutkan angka hampir 70.000 tewas dan 100.000 hingga 120.000 terluka.
Pejabat AS mengatakan korban Rusia hampir dua kali lipat, hasil dari mengirim gelombang demi gelombang pasukan dalam serangan berdarah untuk merebut kota-kota Ukraina, tanpa memperdulikan biaya manusiawi. Namun, Rusia punya populasi yang jauh lebih besar, dan mereka menambah jumlah pasukan dengan puluhan ribu tahanan.
Sebaliknya, upaya Ukraina untuk membangun kembali pasukannya tertinggal.
Para prajurit di garis depan mengatakan mereka melihat penurunan yang stabil dalam kualitas rekrutan. Banyak di antaranya lebih tua, mengalami luka dari beberapa tahun yang lalu, dan kurang termotivasi untuk bertempur.
Lebih banyak pria juga mencoba menghindari wajib militer, melarikan diri atau bersembunyi di rumah. Desersi, kata seorang prajurit Ukraina yang ditempatkan di timur, juga menjadi masalah.
Baca Juga: Menhan AS Umumkan Pentagon Kehabisan Dana untuk Bantuan Senjata dan Amunisi bagi Ukraina
Hal itu mendorong para perekrut militer beralih ke taktik yang lebih agresif, memaksa pria masuk kantor wajib militer, menahannya, terkadang secara ilegal, dan memaksanya mendaftar.
Para pengacara dan aktivis telah bersuara, tetapi belum ada tanda-tanda perubahan. Banyak warga Ukraina menyamakan para perekrut dengan "penculik orang".
Jenderal Zaluzhny mengatakan dalam sebuah esai bulan November lalu bahwa proses perekrutan perlu ditinjau "untuk memperkuat cadangan kita." Tetapi dia dan pejabat lainnya belum menawarkan alternatif yang jelas terhadap kebutuhan mobilisasi besar-besaran.
Zelenskyy mengatakan para komandan militernya telah meminta dia untuk memobilisasi 450.000 hingga 500.000 pria.
"Ini jumlah yang signifikan," kata Zelenskyy bulan Desember, menambahkan rencana harus disusun sebelum dia bisa memutuskan.
Para ahli mengatakan itu adalah tujuan utama dari RUU mobilisasi, yang tidak menyebutkan berapa banyak tentara yang harus ditambahkan. RUU itu akan menurunkan usia wajib militer menjadi 25 dari 27, membatasi penundaan atas cacat minor, dan membatasi kemampuan penghindar wajib militer untuk mendapatkan pinjaman atau membeli properti. Ini juga memberikan tanggung jawab lebih besar kepada otoritas lokal untuk wajib militer.
Tetapi banyak anggota parlemen, termasuk dari partai Zelenskyy, mengungkapkan kekhawatiran tentang langkah-langkah yang mempengaruhi kaum difabel dan penghindar wajib militer.
Mereka juga mengatakan bahwa mengandalkan pemerintah daerah mungkin memperparah masalah. Pusat rekrutmen regional penuh korupsi, dimana perwira banyak yang menerima suap untuk membiarkan pria-pria menghindari panggilan wajib militer.
Oleksiy Honcharenko, anggota parlemen dari partai oposisi European Solidarity, mengatakan, "Secara keseluruhan, itu membuat RUU ini tidak dapat diterima dalam bentuknya."
Baca Juga: Zelenksyy Bakal Beri Kewarganegaraan Ukraina untuk Orang Asing yang Bantu Perang Lawan Rusia
Setelah beberapa hari perdebatan pada Januari, para legislator mengembalikan RUU tersebut untuk direvisi.
Ketua Parlemen Ruslan Stefanchuk mengatakan kepada media berita Ukraina baru-baru ini, "Saya dengan jelas memahami bahwa tugas militer adalah mencapai keberhasilan di garis depan. Namun, kita perlu bekerja sama untuk mengatur proses yang penting dan sensitif seperti mobilisasi."
Menteri Pertahanan Rustem Umerov mengatakan pemerintah sudah bekerja melakukan revisi. Dia mengungkapkan frustrasinya atas keputusan para legislator, mengatakan mobilisasi telah "dipolitisasi dan kini mandek."
Honcharenko mengatakan diperlukan debat lebih luas mengenai strategi militer Ukraina. Tidak ada yang dengan jelas menjelaskan mengapa sekarang perlu mengajukan hingga 500.000 orang, katanya, yang membuat warga sipil bingung.
Burkovsky, analis politik, mengatakan otoritas Ukraina gagal "merencanakan rekrutmen, pelatihan, dan penyegaran pasukan" pada tahun pertama perang.
RUU ini, misalnya, membuka kemungkinan merumahkan pasukan setelah tiga tahun dinas. Tetapi keluarga pria yang telah bertempur sejak perang dimulai mengatakan ini terlalu lama dan mereka perlu digantikan sekarang.
Dalam beberapa minggu terakhir, protes melanda berbagai kota Ukraina yang menuntut demobilisasi segera, suatu tanda kritik publik yang jarang terjadi di masa perang.
Zelensky juga menyoroti biaya mobilisasi bagi ekonomi Ukraina yang lesu. Wajib militer berarti lebih sedikit pembayar pajak yang menanggung gaji tentara yang lebih besar. Presiden mengatakan pada bulan Desember bahwa memobilisasi lebih dari 450.000 orang akan menghabiskan 500 miliar hryvnia Ukraina bahkan ketika muncul keraguan bahwa bantuan keuangan Barat akan terus diberikan untuk Ukraina.
"Dari mana kita akan mendapatkan uangnya?" tanya Zelensky, "Dari mana?"
Sumber : New York Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.