JAKARTA, KOMPAS.TV - Jepang memulai pembuangan air limbah nuklir tahap 2 dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima ke Samudera Pasifik, Kamis (5/10/2023) pukul 10.30 pagi waktu setempat. Pembuangan air limbah nuklir tahap 2 ini akan berlangsung hingga 23 Oktober.
Sedangkan pembuangan tahap 1 sudah selesai dilakukan pada 24 Agustus sampai 11 September lalu, dengan total 7.800 ton limbah yang dibuang. Untuk tahap 2, jumlah limbah yang dibuang diperkirakan sama, dengan pembuangan harian air diperkirakan mencapai 460 ton.
Mengutip dari Antara, Kamis (5/10), Tokyo Electric Power Co yanng mengoperasikan PLTN itu sebelumnya telah mengelolah air radioaktif dengan sistem pemurnian khusus yang dikenal dengan Advanced Liquid Processing System (ALPS).
Proses itu sudah dilakukan sejak PLTN hancur akibat tsunami di 2011. Air kemudian disimpan di dalam tangki dan dan dibuang lewat terowongan laut yang membentang satu kilometer ke laut.
Baca Juga: Ikan Tangkapan Di Tuban Tercemar Limbah Nuklir Fukushima | NEWS OR HOAX
Pihak TEPCO mengklaim, sistem ALPS dapat menghilangkan 62 jenis zat radioaktif, kecuali tritium, yang dapat diturunkan ke tingkat aman menurut standar internasional melalui pengenceran dengan air laut.
Pemerintah Prefektur Fukushima dan TEPCO juga rutin menganalisis konsentrasi tritium dalam air laut dan ikan di sekitar PLTN itu sejak pembuangan pertama.
Pada Rabu (4/10) sebelum pembuangan tahap 2 dilalukan, mereka kembali mengukur konsentrasi tritium dalam air limbah yang diolah dan diencerkan. Mereka mendapati konsentrasinya mencapai 87 becquerel per liter, yang lebih rendah dari standar pembuangan.
TEPCO juga menekankan pembuangan air limbah ini merupakan bagian penting dalam proses penutupan PLTN Fukushima.
Di sisi lain, pihak Korea Selatan (Korsel) tidak percaya begitu saja dengan klaim Jepang akan kandungan air laut yang disebut aman.
Baca Juga: PM Jepang Makan Ikan Mentah dari Perairan Fukushima, Tepis Kekhawatiran Limbah Nuklir
Mereka memperluas titik di daerah pesisir untuk uji coba. Korsel telah memulai uji coba darurat radiasi pada sampel dari total 75 lokasi pesisir di timur, barat dan selatan Korsel, serta perairan di lepas pantai pulau selatan Jeju. Hal itu pertama kali dilakukan sebelum pembuangan tahap 1, yaitu pada Juli 2023.
Korsel juga telah melakukan uji coba radiasi di 33 titik dari wilayah yang lebih jauh, dan mereka berencana menambah jumlah titik pengujian menjadi hampir 250 hingga 2024.
"Kami akan mempertahankan sistem pengujian darurat sampai masyarakat tidak lagi khawatir tentang masalah ini dan mengatakan tidak perlu ada tes lagi," kata Menteri Kelautan Korsel Cho Seung-hwan.
Ia menyampaikan, semua sampel telah memenuhi standar keselamatan sejauh ini, dan tidak ada radiasi yang terdeteksi pada makanan laut dalam negeri atau produk laut impor.
Baca Juga: Jepang Catat September Terpanas sepanjang Sejarah, Meningkat Hampir 3 Derajat Celsius
Pemerintah mengerahkan pejabat dan ahli dari berbagai lembaga, termasuk Korea Polar Research Institute, untuk melakukan uji coba secara ekstensif.
Korsel juga telah melakukan inspeksi secara intensif selama 100 hari dari Agustus, terhadap penandaan negara asal produk makanan laut impor untuk meredakan kekhawatiran atas keselamatan masyarakat.
Pada Agustus, impor Korsel terhadap makanan laut Jepang turun 34,8 persen dari tahun sebelumnya, menjadi 7,81 juta dolar AS (sekitar Rp120 miliar), angka bulanan terkecil dalam dua tahun, menurut data pemerintah.
Korsel melarang semua impor makanan laut dari delapan prefektur Jepang di dekat Fukushima pada 2013 atas kekhawatiran terhadap tingkat radiasi setelah insiden lumpuhnya pembangkit Fukushima pada 2011, dan berjanji untuk tetap memberlakukan pembatasan impor.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.