MOSKOW, KOMPAS.TV - Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Andrey Rudenko, menegaskan Rusia mempertimbangkan semua proposal yang masuk tentang penyelesaian situasi di Ukraina, sambil menambahkan Moskow menyambut upaya penyelesaian dari semua negara, termasuk Indonesia yang menjadi salah satu usulan terbaru, seperti laporan TASS, Senin, (5/6/2023)
Seperti laporan TASS, inisiatif terbaru datang dari Indonesia (meskipun Moskow belum menerima rincian lengkapnya).
Sejalan dengan usulan perdamaian China, inisiatif tersebut menyerukan gencatan senjata segera, yang menyebabkan rencana tersebut ditolak sepenuhnya oleh Kiev. Ukraina dilaporkan hanya siap membahas inisiatif yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Zelensky.
Sementara itu, Rusia menganggapnya sebagai hal yang menggelikan seraya bersikeras aneksasi empat wilayah baru oleh Rusia tidak dapat didiskusikan dan ditawar-tawar.
Berikut adalah poin-poin kunci tentang berbagai rencana perdamaian untuk Ukraina.
Baca Juga: Prabowo Usulkan Solusi Konflik Rusia-Ukraina: Genjatan Senjata, Bentuk Zona Demiliterisasi
Inisiatif Perdamaian Indonesia lewat Skenario 'Korea'
Rencana yang diusulkan oleh Indonesia melalui menteri pertahanan Prabowo Subianto pada awal Juni di Singapura mirip dengan prinsip-prinsip penyelesaian di Semenanjung Korea setelah perang antara Utara dan Selatan pada tahun 1950-an.
"Saya mengusulkan garis besar rencana perdamaian sebagai berikut. Pertama, gencatan senjata di tempat, yaitu penghentian pertikaian di posisi saat ini dari kedua pihak yang berselisih. Kedua, penarikan diri sejauh 15 kilometer dari posisi terdepan ke zona demiliterisasi baru. Ketiga, pasukan pengamat dan pemantauan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan segera dibentuk dan ditempatkan di sepanjang zona demiliterisasi baru ini," kata Menhan Prabowo Subianto dalam pertemuan pertahanan Shangri-La Dialogue di Singapura, seperti disiarkan oleh International Institute for Strategic Studies.
Dia juga menyarankan bahwa PBB harus "mengorganisir, melaksanakan, dan melaksanakan referendum di wilayah yang diperebutkan untuk memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk," menambahkan bahwa negaranya siap memberikan kontribusi pengamat militer dan unit di bawah naungan penjaga perdamaian PBB.
Selain itu, inisiatif tersebut akan berarti penempatan pasukan perdamaian PBB di DMZ, serta penyelenggaraan referendum yang diawasi PBB untuk "mengkonfirmasi secara obyektif kehendak mayoritas." Sementara itu menurut laporan TASS, rencana ini tidak menjelaskan wilayah mana yang dimaksud.
Indonesia menyatakan kesiapannya untuk ikut serta dalam seluruh proses dan mengirim pasukan militer sebagai bagian dari misi perdamaian PBB. Menteri Pertahanan Indonesia, Prabowo Subianto, yakin akan efektivitas langkah-langkah tersebut karena terbukti dalam pengalaman Korea.
Baca Juga: Kemlu Ukraina Tolak Solusi Damai Prabowo: Rusia Harus Mundur, Tak Ada Skenario Alternatif
12 poin usulan perdamaian China
Pada bulan Februari, China mengeluarkan rencana perdamaian sendiri dengan 12 poin. Beijing meminta penurunan ketegangan, gencatan senjata, dan penghentian pertikaian, serta pembicaraan perdamaian.
China menekankan kekhawatiran keamanan semua pihak harus diperhatikan; sementara itu, tidak boleh mencoba untuk menjamin perdamaian regional dengan memperluas blok militer.
Rencana perdamaian China ini mencakup penyelesaian krisis kemanusiaan, pertukaran tawanan, dan memastikan ekspor pangan melalui koridor gandum.
China meminta pencegahan pengembangan dan penggunaan senjata biologi dan kimia, pencegahan penyebaran senjata nuklir, dan menghindari krisis nuklir.
Menurut Beijing, sudah saatnya menghentikan pemberlakuan sanksi sepihak yang tidak disetujui oleh Dewan Keamanan PBB, serta melawan upaya untuk membuat ekonomi global menjadi senjata untuk menekan. China juga siap membantu dalam pembangunan kembali zona konflik di Ukraina pasca-perang.
Baca Juga: Lengkap, Inilah 12 Poin Usulan Perdamaian China untuk Penyelesaian Politik Konflik Rusia Ukraina
Inisiatif Brasil, Prancis, dan Vatikan
Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, juga mendesak untuk segera digelarnya perundingan. Menurut Lula, perlu membangun format internasional baru dengan partisipasi negara-negara yang siap bertindak sebagai mediator di Moskow dan Kiev dan tidak terlibat dalam konflik.
Lula da Silva meminta adanya KTT PBB dengan partisipasi baik Presiden Rusia Vladimir Putin maupun Presiden Ukraina Vladimir Zelensky.
Meskipun rincian rencana Brasil tidak diketahui, menurut da Silva, Moskow harus disodorkan beberapa "prasyarat minimal".
Sumber : TASS
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.