KHARTOUM, KOMPAS.TV - Dua pihak yang bertempur di Sudan kembali melakukan gencatan senjata selama 72 jam.
Meski begitu, banyak yang meragukan gencatan senjata ini berjalan lancar mengingat sudah ketiga kalinya terjadi dan biasanya tak berjalan lancar.
Gencatan senjata tersebut diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Anthony Blinken.
Ia mengungkapkan gencatan senjata itu dimulai dari Senin (24/4/2023) malam waktu setempat.
Baca Juga: 538 WNI Dievakuasi dari Sudan pada Tahap 1, Dipimpin Langsung Dubes RI di Khartoum
Blinken mengatakan kesepakatan antara Angkatan Bersenjata Sudan dan Paramiliter Rapid Support Forces (RSF) setelah negosiasi 48 jam.
Setidaknya 400 orang dilaporkan telah tewas sejak pertempuran terjadi pada pertengahan bulan ini.
“Kami menegaskan komitmen kami untuk gencatan senjata penuh selama periode gencatan senjata”, bunyi pernyataan RSF, mendukung pengumuman Blinken dikutip dari BBC.
Meski begitu, pihak tentara Sudan masih belum memberikan komentar secara umum.
Sejak kekerasan meletus lebih dari sepekan yang lalu, penduduk di Ibu Kota Khartoum telah diminta untuk tetap tinggal di dalam, dan persediaan makanan dan air semakin menipis.
Pengeboman telah menghantam infrastruktur utama, seperti pipa air, yang berarti beberapa orang terpaksa minum langsung dari Sungai Nil.
Akan ada harapan gencatan senjata akan memungkinkan warga sipil meninggalkan kota.
Pemerintah asing juga akan berharap itu akan memungkinkan evakuasi ke luar negeri.
Negara-negara asing bergegas untuk mengevakuasi diplomat dan warga sipil mereka saat pertempuran berkecamuk di bagian tengah Ibu Kota yang padat penduduk.
Baca Juga: Mantan Sekjen PBB Ban Ki-moon Mengadakan Kunjungan Mendadak ke Myanmar Temui Bos Junta Militer
Sudan juga menderita pemadaman internet dengan konektivitas pada 2 persen dari tingkat biasa, kata kelompok pemantau NetBlocks.
Di Khartoum internet mati sejak Minggu (23/4/2023) malam.
Kekerasan pecah pada tanggal 15 Aapril, terutama di Ibu Kota Khartoum, antara faksi-faksi militer yang bersaing untuk menguasai negara terbesar ketiga di Afrika itu.
Itu terjadi setelah berhari-hari ketegangan ketika anggota RSF ditempatkan kembali di seluruh negeri dalam suatu langkah yang dianggap tentara sebagai ancaman.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.