DENPASAR, KOMPAS.TV — Indonesia dan Rusia menandatangani perjanjian ekstradisi yang menurut kedua negara akan membantu memerangi kejahatan transnasional dan menjadi titik balik dalam hubungan mereka, Jumat (31/3/2023).
Melansir laporan Associated Press, perjanjian tersebut, perjanjian ekstradisi pertama Indonesia dengan negara Eropa, ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Indonesia Yasonna Laoly dan Menteri Kehakiman Rusia Konstantin Chuychenko.
Chuycenko mengatakan perjanjian itu adalah kunci untuk memajukan hubungan bilateral.
“Dengan penandatanganan perjanjian ini, kami sekarang memiliki dasar hukum untuk kerja sama kami di bidang pemberantasan kejahatan, dan ini akan menjadi sistematis dan produktif di masa depan,” kata Chuychenko setelah upacara penandatanganan di Bali.
Ribuan orang Rusia dan Ukraina melarikan diri ke Bali sejak Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan serangan ke Ukraina pada Februari 2022.
Orang Rusia adalah kelompok pengunjung terbesar kedua ke Bali tahun lalu setelah orang Australia, dan jumlah mereka diperkirakan akan terus meningkat.
Baca Juga: Indonesia - Rusia Tandatangani Perjanjian Ekstradisi
Ketika Rusia menghadapi sanksi yang meningkat dari negara-negara Barat atas serangannya ke Ukraina, Rusia berusaha meningkatkan hubungan dengan negara-negara Asia dan Afrika yang dianggapnya tidak bermusuhan.
Kedutaan Besar Rusia di Jakarta menyatakan Putin menawarkan agar perkeretaapian Rusia berinvestasi di ibu kota baru Indonesia di Kalimantan. Putin juga menawarkan bantuan Rusia dalam membangun kilang senilai $22 miliar di Jawa Timur, di antara proyek-proyek lainnya.
Presiden Indonesia Joko Widodo mengunjungi Moskow dan Kiev tahun lalu dalam upaya yang gagal untuk memfasilitasi pembicaraan damai antara para pemimpin mereka.
Chuychenko mengatakan dia dan Laoly setuju untuk terus bekerja sama dalam masalah hukum dan peradilan, dan berencana menandatangani perjanjian keamanan siber dan kerja sama digital selama forum hukum internasional di St. Petersburg pada 11-13 Mei.
Pada tahun 2016, Jokowi menolak permintaan Rusia untuk mengekstradisi enam warga negara Rusia yang dipenjara, termasuk seorang perempuan yang menyelundupkan narkoba ke Indonesia dan dijatuhi hukuman 16 tahun dan enam bulan penjara, karena tidak adanya perjanjian ekstradisi.
Laoly mengatakan, perjanjian ekstradisi yang baru merupakan sinyal kuat untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme.
“Perjanjian ini membantu kami melakukan tindakan hukum untuk mengekstradisi pelaku kejahatan transnasional dan korupsi,” kata Laoly.
Sumber : Kompas TV/Associate Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.