TOKYO, KOMPAS.TV - Parlemen Jepang segera membahas pengajuan anggaran belanja militer pemerintah untuk tahun fiskal 2023, yang akan membuat Jepang menjadi salah satu negara dengan anggaran belanja militer terbesar di dunia.
Peningkatan anggaran belanja militer Jepang itu merupakan yang terbesar sejak Perang Dunia II.
Dalam permintaan anggaran Kementerian Pertahanan untuk tahun fiskal 2023 yang diharapkan pada akhir Agustus ini, partai berkuasa Perdana Menteri Fumio Kishida menggandakan nilai pengajuan belanja militer selama lima tahun dari 5,4 triliun yen tahun ini, menjadi hampir 11 triliun yen.
Anggaran belanja militer skala itu akan mendorong Jepang duduk di urutan ketiga di belakang Amerika Serikat (AS) dan China, menurut data Stockholm International Peace Research Institute atau SIPRI, yang melacak pengeluaran pertahanan.
Serangan Rusia ke Ukraina, gemuruh angkara murka China terhadap Taiwan, dan senjata nuklir Korea Utara meningkatkan kekhawatiran di Jepang dan membantu membangun dukungan publik untuk belanja militer yang lebih banyak.
Ketiga negara bersenjata nuklir yang bertetangga dengan Jepang itu juga memiliki tiga militer terbesar di dunia dengan gabungan 5,5 juta personel, menurut Bank Dunia.
Sedangkan militer Jepang, yang dikenal sebagai Pasukan Bela Diri, hanya punya sekitar 231.000 personel.
Selain untuk membeli perangkat keras senjata, Jepang menghadapi tekanan untuk belanja lebih banyak barang-barang yang kurang terlihat seperti kenaikan gaji, amunisi, suku cadang, dan logistik.
"Mungkin kebanyakan orang membayangkan jika kita menggandakan anggaran pertahanan, kita akan mendapatkan lebih banyak peralatan," kata pensiunan wakil laksamana Toshiyuki Ito, sekarang seorang profesor di Institut Teknologi Kanazawa.
"Tapi ini bukan hanya soal membeli lebih banyak barang."
Baca Juga: Jepang Pertimbangkan Timbun 1.000 Peluru Kendali Jarak Jauh, Antisipasi China dan Korea Utara
China jadi pengingat tentang apa yang dipertaruhkan saat mereka menembakkan rudal balistik yang mendarat di dekat pulau-pulau barat daya Jepang selama manuver militer di sekitar Taiwan bulan ini.
Kishida telah memperingatkan bahwa Taiwan berada di garis depan kebuntuan antara China dan AS, dan kontingensi di Selat Taiwan akan punya konsekuensi yang sangat besar bagi Jepang.
Jepang secara tradisional mempertahankan anggaran pertahanannya sekitar 1 persen dari produk domestik bruto, mengandalkan "payung nuklir" AS untuk mendukung kemampuannya sendiri di bawah konstitusi pasifis.
Tetapi, dalam langkah yang tidak biasa, tidak ada batasan yang akan ditempatkan untuk pengajuan belanja militer saat ini, seperti laporan surat kabar Mainichi dan media lainnya.
Sementara permintaan awal Kementerian Pertahanan untuk tahun fiskal 2023 akan menandai peningkatan yang relatif sederhana menjadi 5,5 triliun yen, Kyodo News melaporkan, angka akhir diperkirakan akan lebih tinggi saat penghitungan kebutuhan biaya untuk sekitar 100 item anggaran diselesaikan.
Kementerian pertahanan sedang mencari perangkat keras baru yang mencakup peningkatan rudal dan sistem radar yang dapat mencegat roket dan peluru kendali dari China dan Korea Utara, termasuk sistem hipersonik, dan memperkenalkan drone tempur udara tak berawak, kata surat kabar Yomiuri.
Baca Juga: Sosok Shimizu, Perwira Jepang yang Sumbang Kain ke Fatmawati untuk Proklamasi 17 Agustus 1945
Jepang berencana untuk memiliki persenjataan sekitar 1.000 rudal yang dapat ditembakkan dari kapal dan pesawat terbang dan sanggup menghantam sasaran di Korea Utara dan China, kata surat kabar itu.
Sumber : Kompas TV/Bloomberg/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.