PARIS, KOMPAS.TV – "Pipis di tanah kebun sayur kita!" Insinyur Fabien Esculier tidak pernah melupakan pesan neneknya yang tidak biasa dalam berkebun, bahkan, itu menginspirasi kariernya.
Seperti laporan France24, Senin (2/5/2022), air seni manusia mungkin tampak seperti cara yang kasar untuk menyuburkan tanaman di era pertanian industri, tetapi ketika para peneliti mencari cara untuk mengurangi ketergantungan pada bahan kimia dan mengurangi pencemaran lingkungan, sebagian kalangan semakin tertarik pada potensi air seni atau urine manusia untuk menyuburkan tanaman.
Tanaman membutuhkan nutrisi, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium, dan kita menelannya melalui makanan, sebelum "mengeluarkannya kembali, sebagian besar melalui urine", kata Esculier, yang menjalankan program penelitian OCAPI di Prancis yang mempelajari sistem pangan dan pengelolaan kotoran manusia.
Ini memberikan peluang, pikir para ilmuwan, termasuk Esculier.
Pupuk yang menggunakan nitrogen sintetis, sudah digunakan selama sekitar satu abad, membantu meningkatkan hasil panen dan meningkatkan produksi pertanian untuk memberi makan populasi manusia yang terus saja bertambah.
Tetapi ketika digunakan dalam jumlah besar, produk-produk sintetis itu masuk ke sistem sungai dan saluran air lainnya, menyebabkan ganggang berkembang biak yang dapat membunuh ikan dan kehidupan air lainnya.
Sementara itu, emisi dari amonia pertanian ini dapat bergabung dengan asap kendaraan untuk menciptakan polusi udara yang berbahaya, menurut PBB.
Baca Juga: Penelitian di Tbilisi Kembangkan Virus Bakteriofag, Kerjanya Makan Bakteri yang Kebal Antibiotik
Pupuk kimia juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang kuat, yaitu dinitrogen oksida, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Namun polusi tidak hanya datang langsung dari ladang pertanian dan perkebunan.
“Praktik sanitasi modern merupakan salah satu sumber utama polusi nutrisi,” kata Julia Cavicchi, dari United States Rich Earth Institute, seraya menambahkan, sekitar 80 persen nitrogen dan lebih dari 50 persen fosfor yang ditemukan dalam air limbah berasal dari urine manusia.
Untuk mengganti pupuk kimia, Anda akan membutuhkan berkali lipat volume urine yang diolah, katanya.
Namun dia menambahkan, "Karena produksi nitrogen sintetis adalah sumber signifikan dari gas rumah kaca, dan fosfor adalah sumber daya yang terbatas dan tidak dapat diperbarui, sistem pengalihan urin manusia (dari limbah menjadi pupuk alami) menawarkan model tahan lama untuk pengelolaan limbah manusia dan produksi pertanian."
Para peneliti PBB dalam sebuah studi pada tahun 2020, menemukan air limbah global memiliki potensi teoritis untuk mengimbangi 13 persen dari permintaan dunia akan nitrogen, fosfor, dan kalium di bidang pertanian.
Tetapi pengalihan urine atau air seni dari limbah menjadi bahan yang berguna untuk pertanian dan perkebunan lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.
Baca Juga: Hasil Penelitian di Jepang: Pria Berhidung Besar Memiliki Penis yang Lebih Panjang
Di masa lalu, kotoran perkotaan diangkut ke ladang pertanian untuk digunakan sebagai pupuk bersama dengan kotoran hewan, sebelum alternatif kimia mulai menggantikannya.
Tetapi sekarang jika Anda ingin mengumpulkan urine di sumbernya, Anda perlu memikirkan kembali toilet dan sistem pembuangan kotoran itu sendiri.
Proyek percontohan untuk melakukan hal itu dimulai di Swedia pada awal 1990-an di beberapa desa ramah lingkungan.
Sekarang ada proyek di Swiss, Jerman, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Ethiopia, India, Meksiko, dan Prancis.
“Butuh waktu lama untuk memperkenalkan inovasi ekologi dan terutama inovasi seperti pemisahan urine yang (dipandang) sangat radikal,” kata Tove Larsen, peneliti di lembaga penelitian akuatik Eawag Swiss.
Dia mengatakan toilet pengalih urine masa-masa awal dianggap tidak sedap dipandang dan tidak praktis, atau menimbulkan kekhawatiran tentang bau yang tidak sedap.
Namun dia berharap model baru, yang dikembangkan oleh perusahaan Swiss Laufen dan Eawag, dapat mengatasi kesulitan ini, dengan desain yang menyalurkan urine ke wadah terpisah.
Setelah urine dikumpulkan, tentu saja perlu diproses.
Baca Juga: Awas, Penelitian Ungkap Covid-19 Turunkan Syahwat Seksual, Kurangi Jumlah Sperma dan Zakar Meradang
Urine biasanya bukan pembawa utama penyakit, jadi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan untuk membiarkan urine yang ditampung itu untuk jangka waktu tertentu, meskipun bisa juga dipasteurisasi.
Lalu ada berbagai teknik untuk mengonsentrasikan atau bahkan mengeringkan cairan, mengurangi volumenya sehingga biaya pengangkutannya ke ladang lebih murah.
Tantangan lain adalah mengatasi keresahan publik.
"Subjek ini menyentuh hal-al yang sangat intim," kata Ghislain Mercier, dari otoritas perencanaan milik publik Paris et Metropole Amenagement.
Mereka sedang mengembangkan sebuah eco-district di ibu kota Prancis dengan toko-toko dan 600 unit rumah, yang akan menggunakan pengumpulan urine untuk menyuburkan ruang hijau di kota Paris.
Dia melihat potensi yang signifikan di gedung-gedung besar seperti perkantoran, serta rumah-rumah yang tidak terhubung dengan saluran air. Bahkan restoran.
Di Paris ada restoran 211, dilengkapi toilet tanpa air yang menampung urine. "Kami mendapat umpan balik yang cukup positif," kata pemiliknya, Fabien Gandossi.
"Orang-orang sedikit terkejut, tetapi mereka hanya melihat sedikit perbedaan dibandingkan dengan sistem tradisional."
Baca Juga: Penelitian WHO: Jam Kerja Terlalu Panjang Sangat Berbahaya bagi Kesehatan dan Bisa Mematikan
Tetapi apakah orang siap untuk naik ke tingkat berikutnya dan makan makanan yang disuburkan oleh urine manusia?
Satu studi tentang hal itu menemukan perbedaan dari satu negara ke negara lain. Tingkat penerimaan sangat tinggi di Cina, Prancis dan Uganda misalnya, tetapi rendah di Portugal dan Yordania.
Harga pupuk sintetis saat ini melonjak karena kelangkaan yang disebabkan oleh serangan Rusia ke Ukraina, yang juga mendorong berbagai negara mempertimbangkan berbagai cara untuk menopang ketahanan pangan mereka.
Itu bisa menjadi kesempatan membantu "membuat isu itu lebih tampil di publik", kata Mercier.
Marine Legrand, seorang antropolog yang bekerja dengan Esculier di jaringan OCAPI mengatakan masih ada "rintangan yang harus diatasi".
Tapi dia percaya kekurangan air dan peningkatan kesadaran akan dampak polusi dapat membantu mengubah pikiran banyak orang. "Kami mulai memahami betapa berharganya air," kata Legrand.
"Jadi, buang air besar di dalam (alat pemisah urine) tidak bisa diterima."
Sumber : France24
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.