LONDON, KOMPAS.TV - Banyak kaum pria yang kesengsem dengan kecerdasan kaum perempuan seperti Emma Watson, serta memiliki pemahaman yang sama tentang kondisi perempuan dan bagaimana memperjuangkan kesetaraan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.
Tidak hanya bekerja di bidang film, Emma juga aktivis yang bekerja di isu-isu nyata, tidak hanya menjadi simbol maupun seremonial.
Emma terlibat dalam banyak pekerjaan untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan, kampanye, serta mendorong kaum perempuan untuk meningkatkan kemampuan agar mampu dan berani bersaing di alam yang penuh kesetaraan.
Emma Charlotte Duerre Watson lahir pada 15 April 1990 di Paris, Prancis, ayahnya pengacara Inggris Chris Watson dan mamanya Jacqueline Luesby.
Watson tinggal di Maisons-Laffitte dekat Paris sampai usia lima tahun. Orangtuanya bercerai ketika dia masih muda, dan Watson pindah ke Inggris untuk tinggal bersama ibunya di Oxfordshire lalu menghabiskan akhir pekan di rumah ayahnya di London.
Baca Juga: Aduh, Apakah Emma Watson Baru Saja Bertunangan? Ada Cincin Baru di Jemarinya
Watson mengatakan dia berbicara sedikit bahasa Prancis, meskipun "tidak sebaik dulu".
Setelah pindah ke Oxford bersama ibu dan saudara laki-lakinya, dia bersekolah di Dragon School, sampai tahun 2003.
Sejak usia enam tahun Emma ingin menjadi seorang aktris, kemudian dilatih di Stagecoach Theatre Arts cabang Oxford, sekolah teater paruh waktu di mana dia belajar menyanyi, menari, dan akting.
Pada usia sepuluh tahun, Watson tampil dalam produksi Stagecoach dan drama sekolah termasuk Arthur: The Young Years dan The Happy Prince, tetapi dia tidak pernah berakting secara profesional sebelum serial Harry Potter.
Setelah Dragon School, Watson pindah ke Sekolah Headington, Oxford. Saat berada di lokasi syuting, dia dan teman-temannya dibimbing hingga lima jam sehari.
Baca Juga: Hari Perempuan Internasional, Miss Universe 2019 Bahas Isu Kesetaraan Gender
Sebagai seorang anak, ia menjadi bintang setelah mendapatkan peran akting profesional pertamanya sebagai Hermione Granger dalam serial film Harry Potter, setelah sebelumnya hanya berakting di drama sekolah.
Dari 2011 hingga 2014 Emma membagi waktunya antara mengerjakan film dan melanjutkan pendidikannya. Emma lulus dari Brown University dengan gelar sarjana dalam Sastra Inggris pada Mei 2014.
Watson adalah seorang feminis yang blak-blakan. Dia telah mempromosikan pendidikan untuk anak perempuan, bepergian ke Bangladesh dan Zambia untuk melakukannya.
Pada Juli 2014, dia ditunjuk sebagai Duta Perempuan PBB.
September itu, Watson dengan gugup berpidato di Markas Besar PBB di New York, meluncurkan kampanye Perempuan PBB HeForShe, yang bertujuan untuk mendesak pria agar mengadvokasi kesetaraan gender.
Baca Juga: Tinggalkan Pakistan, Malala Yousafzai Bertolak ke Inggris
Dalam pidatonya ia menggambarkan feminisme sebagai "keyakinan bahwa laki-laki dan perempuan harus memiliki hak dan kesempatan yang sama" dan menyatakan bahwa persepsi "pembenci laki-laki" adalah sesuatu yang "harus dihentikan".
Pidato tersebut menjadi berita utama di seluruh dunia.
Watson kemudian mengatakan dia menerima ancaman dalam waktu kurang dari dua belas jam setelah berpidato, yang membuatnya mengamuk, "...Jika mereka mencoba untuk menghentikan saya (melakukan pekerjaan memperjuangkan hak-hak perempuan0, yang terjadi justru adalah sebaliknya."
Phumzile Mlambo-Ngcuka, direktur eksekutif UN Women, menyatakan: "Untuk suatu waktu, ada percakapan tentang apakah 'feminisme' adalah hal yang baik atau buruk ... (Pidato Emma) membuat kami memahami kembali arti (feminisme)."
Pada 2015, Malala Yousafzai memberi tahu Watson bahwa dia memutuskan untuk menyebut dirinya feminis setelah mendengar pidatonya.
Baca Juga: Kesetaraan Gender Masih Sulit Direalisasikan di Zaman Modern, Alasannya?
Pada Maret 2017, Watson menerima serangan balik untuk pemotretan Vanity Fair di mana salah satu foto memperlihatkan sebagian payudaranya; beberapa di media berita menuduhnya munafik.
Bingung dengan kontroversi tersebut, dia berpendapat, "feminisme bukanlah tongkat pukul untuk menggebuk perempuan lain" tetapi feminisme adalab tentang kebebasan, pembebasan dan kesetaraan, seraya menambahkan, "Saya benar-benar tidak tahu apa hubungannya payudara saya dengan (feminisme) itu."
Pada tahun 2019, ia bergabung dengan kelompok penasihat kesetaraan gender negara-negara G7 yang diadakan oleh presiden Prancis, Emmanuel Macron, bertujuan "menyerukan kepada G7 untuk membuat kemajuan politik dan ekonomi bagi perempuan di negara mereka sendiri" serta sebagai "inti dari kebijakan luar negeri".
Dia menghadiri pertemuan di Istana Élysée di Paris pada bulan Februari 2019 dan menghadiri pertemuan puncak G7 ke-45 pada bulan Agustus setelahnya sebagai bagian dari komite.
Baca Juga: Ternyata Kesetaraan Gender Sudah Diatur Konstitusi
Watson telah berbicara untuk mendukung gerakan Black Lives Matter; pada Juni 2020, ia membagikan sumber daya pendidikan anti-rasisme di media sosial untuk mendukung protes George Floyd setelah awalnya berpartisipasi dalam Blackout Tuesday, dan mengunggah episode podcast ke Spotify yang mewawancarai Reni Eddo-Lodge tentang bukunya Why I'm No Longer Talking kepada Orang Kulit Putih Tentang Ras.
Menggambarkan kepribadian Watson di luar layar, Derek Blasberg dari Vanity Fair menyebutnya "pemalu", "ramah, cerdas, dan membumi."
Aktivis Gloria Steinem menggambarkannya sebagai "jauh lebih seperti orang sungguhan daripada bintang film," sementara penulis Bell Hooks menganggapnya sebagai bagian dari "generasi baru (aktor) yang sangat berbeda, yang tertarik untuk menjadi manusia yang utuh dan memiliki kehidupan holistik, bukan hanya diidentifikasikan dengan kekayaan dan ketenaran."
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.