Kompas TV ekonomi ekonomi dan bisnis

Jokowi Ingin RI Tiru Guyana, dar Negara Miskin Lalu Berhasil Catatkan Pertumbuhan Ekonomi 62 Persen

Kompas.tv - 3 November 2023, 08:40 WIB
jokowi-ingin-ri-tiru-guyana-dar-negara-miskin-lalu-berhasil-catatkan-pertumbuhan-ekonomi-62-persen
Presiden Joko Widodo memberi penjelasan kepada para peserta Kompas100 CEO Forum Powered by PLN yang berkunjung ke pembangunan Kantor Kepresiden di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kabupaten Panajan Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (2/11/2023). (Sumber: Kompas/Priyombodo)
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

PENAJAM PASER UTARA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekagumannya terhadap pertumbuhan ekonomi Guyana, sebuah negara di Amerika Selatan yang berhasil berubah dari negara miskin menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi hingga 62 persen.

Ia menyampaikan, Guyana adalah contoh sukses di mana sebuah negara yang punya kekayaan sumber daya alam, mampu mengolahnya dengan baik untuk kesejahteraan rakyatnya sendiri.

“Saya belajar dari negara-negara Amerika Latin, tahun 50-an, tahun 60-an, tahun 70-an mereka sudah menjadi negara berkembang, tapi sampai saat ini kebanyakan dari mereka juga masih tetap menjadi negara berkembang, bahkan  ada yang jatuh menjadi negara miskin,” kata Jokowi di acara Kompas 100 CEO Forum, yang digelar di kawasan IKN, Kaltim, Kamis (2/11/2023).

“Tetapi ada salah satu contoh negara yang menurut saya ini karena manajemennya, karena tata kelolanya baik, lompatan itu terjadi dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat-sangat fantastis, yaitu Guyana. Guyana dulu adalah salah satu negara termiskin di Amerika Selatan,” ujarnya.

Baca Juga: Jokowi Ajak Pengusaha Investasi di IKN Saat Harga Tanah Masih Rp1 Juta: Minggu Depan Sudah Naik

Mantan Wali Kota Solo itu menceritakan, Guyana memiliki sumber daya alam berupa minyak yang melimpah. Minyak itu kemudian dikelola secara profesional oleh pihak swasta, namun sesuai regulasi yang ditetapkan pemerintah Guyana.

Ia mengatakan hal sebaliknya sering terjadi di Indonesia. Di mana pihak swasta yang ingin mengatur sendiri pengelolaan kekayaan alam tanah air.

“Kemudian ditemukan potensi minyak, digarap oleh swasta, bukan oleh BUMN, maaf Pak Erick. Digarap oleh swasta, bukan oleh BUMN, tapi difasilitasi, diatur oleh pemerintah, itu yang benar. Jangan sampai, di sini itu juga kadang-kadang swasta pengin mengatur, yang tertawa itu pasti sudah pernah mengatur. Enggak, yang benar itu silakan garap swasta, tapi pemerintah memfasilitasi dan mengatur,” tutur Jokowi seperti dikutip dari keterangan resmi Sekretariat Presiden. 

“Dan, kini Guyana menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat. Tahun 2022 pertumbuhan ekonominya sampai mencapai 22 persen, eh 62 persen, bukan 22, 62 persen tahun yang lalu karena swasta dan pemerintah bergandengan. Kita juga ingin seperti itu,” ujarnya.

Baca Juga: Pemilik Kota Kasablanka dan Gandaria City Bangun Superblok di IKN, Investasinya Rp5 T

Presiden menyampaikan Indonesia punya kekayaan alam yang jauh lebih banyak dan beragam dari Guyana. Sehingga manajemennya juga harus lebih baik. Mulai dari potensi mineral, perikanan, produk agri, sampai energi hijau yang melimpah.

Jokowi mencontohkan, Indonesia 4.400 sungai, di mana 128 di antaranya adalah sungai besar. Sungai Mamberamo di Papua yang punya potensi menghasilkan listrik 23.000 megawatt. Lalu Sungai Kayan di Kalimantan yang bisa menghasilkan listrik 11.000 megawatt.

Kemudian kekayaan panas bumi atau geothermal yang bisa menghasilkan listrik 29.000 megawatt, namun saat ini baru dimanfaatkan sekitar 2.000 megawatt. Ia menegaskan kekayaan alam itu harus dioptimalkan, lantaran sumber energi hijau akan menjadi masa depan RI dan tak bisa lagi bergantung pada migas.

“Tapi yang paling sulit adalah bagaimana mengintegrasikan potensi ini agar menjadi sebuah kekuatan besar bangsa kita, ketergantungan negara lain kepada bangsa kita. Sehingga, saya pengin sekali ada satu produk besar kita yang bisa masuk ke global supply chains. Inilah yang sedang dalam proses kita rancang, yaitu ekosistem EV battery dan ekosistem EV (Electric Vehicle),” ujar Jokowi.

Baca Juga: Kantor BI di IKN Mulai Dibangun, Jokowi Yakin Kepercayaan Investor Meningkat

“Tapi mengintegrasikan ini juga bukan barang yang mudah, bagaimana mengintegrasikan nikel yang banyak di Sulawesi dengan bauksit yang banyak di barat, di Bintan, di Kalbar, integrasikan lagi dengan tembaga yang ada di Papua, di NTB, yang paling efisien itu diletakkan di mana kalau kita ingin membuat pabriknya,” ujarnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun mengajak semua pihak, terutama pengusaha untuk berkolaborasi membangun ekosistem energi baru dan terbarukan. Jokowi optimistis, jika Indonesia berhasil mengintegrasikan kekayaan alamnya dan menghasilkan produk yang dipakai seluruh dunia, Indonesia bisa membuat lompatan ekonomi seperti Guyana.

“Tapi kembali, untuk membangunnya pemerintah tidak bisa sendiri, butuh peran semua dari kita, butuh kontribusi semua dari kita, termasuk utamanya para pengusaha, para investor para CEO, dan Bapak Ibu semuanya yang hadir di sini. Saya membayangkan bahwa kalau kita bisa mengintegrasikan tadi, lompatan itu akan terjadi, dari negara yang kategorinya negara berkembang masuk ke negara maju,” kata Jokowi.

Faktor lain yang tak kalah penting adalah keberlanjutan dari program-program yang dijalankan pemerintahan sebelumnya. Bahkan ia tegas mengatakan, untuk menjadi negara maju program-program energi hijau harus dikawal sampaii tiga kepemimpinan presiden ke depan.

Baca Juga: Media Asing Kritik Proyek IKN Jokowi, Ngabalin: Pasti Tidak Tahu Regulasi

Jokowi menegaskan, tidak bisa setiap pemerintahan baru dimulai lantas Pembangunan juga dimulai dari awal atau dari nol.


“Karena dari yang saya pelajari, dari kepemimpinan-kepemimpinan kita itu selalu sudah sampai SMP, ganti pemimpin, balik lagi ke TK lagi, balik lagi ke SD lagi, selalu dimulai, sehingga selalu dimulai dari nol. Kayak kita beli bensin di pompa bensin, “Pak dari nol, Pak. Pak sudah nol, Pak.” Ya, apa kita mau seperti itu terus? Enggak bisa,” ujar Jokowi.

“Kalau sudah SMP mestinya bisa masuk ke SMA, bisa masuk S1 S2, S3, S4, S5, S6, mestinya seperti itu. Konsistensi itu yang sekali lagi dibutuhkan,” ujarnya.




Sumber :




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x