JAKARTA, KOMPAS.TV- Pinjaman pribadi atau pinpri tengah marak ditawarkan di media sosial. Pinpri merupakan uang pinjaman yang berasal dari uang pribadi atau pihak penyedia tawaran pinjaman.
Pinpri atau rentenir online menawarkan pinjaman dengan cara yang relatif mudah dan cepat, sehingga membuat banyak orang tertarik. Dalam transaksi pinpri, pihak peminjam harus memberikan sejumlah dokumen pribadi sebagai jaminan.
Pihak peminjam harus melampirkan data pribadinya sebagai jaminan, misalnya KTP, KK, foto diri, hingga akun media sosial. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengingatkan masyarakat akan bahaya pinjaman pribadi.
Baca Juga: Setelah Pinjol Terbitlah Pinjaman Pribadi, Ini Kata OJK soal Bahayanya
Melansir laman akun X OJK @ojkindonesia, prinpri atau pinjaman pribadi tidak berizin OJK.
"Bahaya pinpri. Baru-baru ini marak praktik pinjaman pribadi di media sosial," tulis OJK dalam unggahan tersebut.
Setidaknya, ada lima bahaya Pinjaman Pribadi di media sosial. Berikut lima bahaya pinpri yang tengah marak di media sosial.
Pinpri tidak tercatat sebagai aktivitas resmi di sektor jasa keuangan. Proses pinjam meminjam yang terjadi di pinpri termasuk bersifat personal.
Hanya berlandaskan pada kedua pihak, peminjam dan pelaku pinpri. Pinpri disebut tidak ada bedanya dengan rentenir, sehingga tidak memiliki landasan hukum.
Selain tidak terdaftar di OJK, praktik pinjaman pribadi atau pinpri rawan penipuan. Sebab, dalam sejumlah kasus praktik pinpri, pihak pemberi pinjaman meminta biaya yang harus dibayar di awal perjanjian.
Praktik inilah yang kemudian berpotensi merugikan masyarakat.
Pelaku pinpri menetapkan bunga pinjaman yang besar, jumlahnya sekitar di antara 35 persen hingga 40 persen dari total pinjaman. Hal ini diperparah dengan tenor atau tenggat waktu bayar yang juga tidak menentu atau fluktuatif.
Hal ini dikarenakan tenggat waktu pembayaran bersifat kesepakatan antara si pemberi dan peminjam. Pinpri biasanya menawarkan pinjaman dengan jangka waktu pengembalian 24 hingga 48 jam.
Apabila gagal bayar, data pribadi peminjam akan disebarkan di media sosial. Data-data ini biasanya diminta oleh pinpri ketika calon peminjam mengajukan pinjaman.
Data pribadi yang disebar berupa KTP, Kartu Keluarga, akun media sosial, foto profil WhatsApp penjamin, nametag pekerjaan, hingga lokasi terkini si peminjam. Data-data tersebut digunakan untuk mengancam si peminjam jika gagal melunasi.
Pelaku Pinpri akan menyebarkan semua data pribadi peminjam ke media sosial. Tentunya, hal tersebut akan merugikan peminjam bahkan keluarganya.
Pinpri tidak termasuk dalam Undang-Undang Keuangan. Apabila sudah terjadi penyebaran data pribadi oleh pelaku pinpri, satu-satunya langkah hukum yang bisa ditempuh dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Baca Juga: Lurah Duri Kepa Bantah Dugaan Penggelapan Rp 264,5 Juta: Pinjaman Pribadi Bendahara
Melansir laman resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, memviralkan identitas foto dan data pribadi sudah melanggar Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pidana (KUHP) yang isinya berkaitan dengan sanksi pencemaran nama baik.
Korban dapat melaporkan penyebar data pribadi kepada pihak yang berwajib, dengan membawa bukti-bukti yang ada.
Sementara itu, jika korban terus menerus diteror via telepon atau media sosial, korban dapat melaporkan pelaku atas dasar perbuatan tidak menyenangkan. Hal itu tersebut diatur di pasal 335 ayat 1 KUHP.
Sumber : Kompas TV, OJK, Kemenkominfo
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.