Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 238
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 238
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
JAKARTA, KOMPAS TV - Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhammad Misbakhun, menyebut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah gagal memprediksi indikator ekonomi terkait angka defisit dan pertumbuhan ekonomi.
Pasalnya, prediksi yang disampaikannya ke DPR pada rapat 30 April 2020, Sri Mulyani menyebut pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 berada di kisaran 4,5 sampai 4,7 persen.
Namun prediksi itu tak terealisasi. Nyatanya, seminggu setelah Sri Mulyani menyatakan demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan rilis pada 5 Mei 2020.
Hasilnya, pertumbuhan ekonomi berdasarkan hitungan BPS pada kuartal I 2020 hanya berada di angka 2,97 persen.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Sri Mulyani: Jika Peserta Kelas I dan II Tak Kuat Turun Saja ke Kelas III
Selain itu, pemerintah yang semula menyebut defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) 2020 hanya 5,07 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) ternyata diperlebar menjadi 6,27 persen.
Artinya, defisit APBN 2020 yang semula berada di angka Rp852,9 triliun meningkat jadi sekitar Rp1.028,5 triliun
Misbakhun menyesalkan adanya pelebaran defisit APBN tersebut. Menurutnya, sejak awal pemerintah memang belum bisa memprediksi dan belum mengeluarkan prakiraan biaya krisis atau biaya penyelamatan ekonomi yang menjadi acuan utama.
Acuan itu sebagaimana dimaksud tertuang dalam Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).
“Perihal perubahan besaran defisit ini menjadi bukti bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati gagal melakukan prediksi yang akurat soal indikator ekonomi yang penting,” kata Misbakhun pada Senin (18/5).
Baca Juga: Karena Pandemi, Indonesia Akan Alami Krisis Ekonomi Seperti 98? - ROSI
Lebih lanjut, Misbakhun mengaku tak menyangka Sri Mulyani mengoreksi besaran defisit menjadi 6,27 persen.
Dia juga menyoroti langkah Sri Mulyani yang mengumumkan pelebaran defisit itu justru ke media, bukan langsung menyampaikannya kepada DPR.
“Saya cukup kaget kenapa Bu Menkeu menyampaikan itu terlebih dahulu ke media dan bukan kepada kami di DPR,” ujar Misbakhun.
Misbakhun menuturkan, Sri Mulyani terkesan seenaknya membuat prediksi dan melakukan perubahan di saat postur angka-angka yang ada di APBN baru saja disusun.
“Bagi saya ini menjadi ukuran kredibilitas dan kemampuan seorang Menteri Keuangan dalam menjalankan mandatnya sebagai pembantu presiden,” kata Misbakhun.
Baca Juga: Alami Defisit Karena Corona, Ini Sumber Dana Pemerintah - ROSI
“Jangan sampai karena tidak bisa disusun dengan baik angka-angka dan sering berubahnya postur APBN membuat Presiden Jokowi menerima banyak kritik.”
Karena itu, Misbakhun mengingatkan kepada Sri Mulyani untuk memanfaatkan dukungan politik DPR dalam merumuskan kebijakan.
“Karena sudah mendapatkan dukungan penuh dari DPR, saya meminta Menteri Keuangan memanfaatkan dukungan politik itu dengan penuh tanggung jawab dan profesional,” kata Misbakhun.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengatakan pelebaran defisit APBN 2020 dari 5,07 menjadi 6,27 persen terhadap PDB menjadi wewenang penuh pemerintah.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).
Baca Juga: Sri Mulyani Pastikan Dana Covid-19 Dikelola Secara Transparan
Pasal 2 Ayat 1 Huruf a Perppu 1/2020 menyebutkan bahwa sejak ditetapkannya beleid ini, kebijakan defisit APBN diperbolehkan di atas 3% dari PDB hingga tahun 2022, sehingga ketentuan sebelumnya di Undang-Undang Keuangan Negara dikesampingkan.
“Lewat Perppu 1/2020 memberikan kewenangan terhadap pemerintah untuk menentukan besaran defisit. Dasar pemikiran kita menyetujui pelebaran defisit lebih dari 3% supaya APBN kita mampu bekerja maksimal,” kata Said dikutip dari Kontan.co.id.
Namun demikian, Said menegaskan, pihaknya akan meminta penjelasan kepada pemerintah soal pelebaran defisit tersebut sebelum ditetapkan menjadi Undang-undang APBN.
“Tentu kami ingin mendengar penjelasan penjelasan dari pemerintah, dan saya kira pemerintah pasti punya argumentasi dalam menyusun desain itu,” ujar Said.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.