JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, pemerintah akan memulai penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) BPJS Kesehatan pada tahun ini. Namun ia belum mengungkapkan kapan pastinya kebijakan itu akan diimplementasikan.
Yang jelas, saat kelas rawat dihapus, maka setiap rumah sakit harus menyediakan kamar rawat inap yang memenuhi 12 standar.
"Kita rencananya akan diterapkan bertahap mulai tahun ini. Jadi ada 12 kalau enggak salah standar kamar yang harus dipenuhi oleh Kelas Rawat Inap Standar ini atau KRIS," kata Budi kepada wartawan di Gedung DPR, Rabu (8/2/2023).
Ia menyampaikan, nantinya rumah sakit harus membatasi setiap kamar hanya ada empat tempat tidur. Tujuannya agar tidak terlalu banyak pasien yang dirawat di satu ruangan.
Kemudian kamar tersebur harus dilengkapi pendingin ruangan, minimal satu kamar mandi dan ada pemisah antara setiap tempat tidur.
Baca Juga: Tarif Layanan Kesehatan Naik Tapi Iuran Peserta Tak Naik, Apakah BPJS Kesehatan Sanggup?
"Jadi semua rumah sakit kita samakan. Yang mungkin paling signifikan satu kamar itu empat tempat tidur, jadi kita ingin memberikan layanan yang baik buat masyarakat, jangan terlalu sesak," ujar Budi.
"Empat tempat tidur ada AC-nya dan masing-masing tempat tidur ada pemisahnya, dan di satu kamar yang berisi empat tempat tidur maksimal itu ada satu kamar mandinya," ujarnya.
Lantas, dengan dihapusnya kelas 1-3, apakah iuran peserta BPJS Kesehatan juga akan berubah? Budi menyebut, sampai saat ini tarif iuran BPJS Kesehatan belum berubah.
Tahun lalu, Kemenkes sudah menguji coba penerapan KRIS di sejumlah ruma sakit. Di antaranya adalah RSUP Kariadi Semarang, RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar, RSUP Dr. Johannes Leimena Ambon, RSUP Surakarta, dan RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan, uji coba dilakukan baru pada layanan rawat inap. Namun jumlah iuran yang dibayarkan belum berubah. Lantaran besarannya masih dikaji.
Baca Juga: Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Dihapus Juli, Bayar Iurannya Sesuai Gaji
"Selama uji coba belum ada perubahan. KRIS JKN ini untuk meningkatkan mutu pelayanan, menjaga keberlangsungan, dan mencapai prinsip ekuitas Program JKN," kata Mutaqqien dikutip dari pemberitaan Kompas TV sebelumnya.
Setelah uji coba, penerapan KRIS dilakukan secara bertahap hingga akhirnya diterapkan secara menyeluruh.
"Rencana implementasi secara keseluruhan ditargetkan pada tahun 2024," ujar Mutaqqien.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut, uji coba dilakukan untuk mengetahui apakah KRIS bisa diterapkan atau tidak di rumah sakit seluruh Indonesia.
"Yang kami inginkan adalah untuk uji coba kira-kira untuk kami ketahui sebetulnya KRIS ini dapat tidak diterapkan di rumah sakit? Bagaimana dampaknya pada mutu layanan, penerimaan, ataupun kesiapan RS itu sendiri," tuturnya.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Menunggak? Bisa Dicicil, Begini Caranya
Ia menyampaikan, penerapan KRIS adalah amanah dari UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Sosial Nasional. Dalam pasal 23 ayat 4 disebutkan, dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
Di sisi lain, Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene meminta pemerintah menyiapkan regulasi dan uji coba KRIS dengan baik. Jangan sampai penerapan KRIS yang bertujuan meningkatkan pelayanan, malah akan menyebabkan masalah.
"Seperti yang dikhawatirkan sejumlah anggota komisi tadi, jangan malah menambah penumpukan (pasien) karena ketidaksiapan ruang atau tempat tidur pasien," ucapnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.