Selain Hermanto, pelaku budidaya ikan tilapia lainnya, yakni Heral Yoki Amanda asal Simalungun, Sumatra Utara, yang baru dua tahun terjun ke usaha ini, turut merasakan manisnya budidaya ikan tilapia.
“Kalau banyaknya panen yang kita hasilkan itu tergantung dari bibit awal yang kita masukkan. Kalau bibit di atas 50 ribu, dia dapat menghasilkan bahkan sampai 20 ton lebih dalam jangka waktu 4 bulan, bahkan paling lama itu 5,5 ataupun 6 bulan,” jelas Heral Yoki Amanda.
Untuk memenuhi kebutuhan ekspor, rata-rata perusahaan eksportir juga memiliki ratusan keramba yang ada di Danau Toba yang dikelola oleh petani ikan yang telah mendapatkan pelatihan dari dinas terkait dan juga perusahaan.
Perusahaan juga menerapkan teknologi budidaya yang baik dan ramah lingkungan agar mutu ikan tetap terjaga dengan baik serta mampu bereproduksi maksimal agar tidak mengalami gagal panen.
Pelaku ekspor ikan tilapia, Jenny Budianto, menyampaikan bahwa Danau Toba sangat cocok untuk melakukan budidaya ikan tilapia premium karena lingkungannya yang sangat bersih.
“Karena ikan baru bisa tumbuh dengan baik bila lingkungannya baik, itu yang pasti. Yang kedua adalah farming practices, dari kita sendiri, kita melakukan budidaya dengan sangat baik. Kita ada tersertifikasi untuk sustainability, baik untuk best aquaculture practice (BAP), khususnya untuk market Amerika,” ujar Jenny Budianto.
“Dan ada ASC, Aquaculture Stewardship Council untuk market Eropa dan yang lainnya. Kemudian juga kita ada food safety, sertifikasi juga, kemudian juga ada social responsibility. Jadi kita memenuhi seluruh aspek yang dibutuhkan oleh premium market di dunia,” lanjutnya.
Untuk memenuhi masifnya permintaan ikan tilapia, pemerintah meningkatkan produksi melalui pengembangan area atau kampung budidaya di kolam dan tambak berbasis kawasan yang didukung inovasi dan teknologi agar memiliki kualitas setara dengan hasil budidaya dari Danau Toba.
Pemerintah membangun modeling Kawasan Tambak Budidaya Ikan Nila Salin (BINS) di Karawang, Jawa Barat dan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) untuk pembenihan ikan di Sukabumi, Jawa Barat. Kedua sentra tersebut hadir untuk menjawab kebutuhan produksi ikan tilapia di Indonesia.
Di Kawasan Desa Pusaka Jaya, Karawang, Jawa Barat, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya Karawang membangun tambak modeling klaster budidaya ikan nila salin di air payau untuk menjawab tingginya permintaan ekspor tilapia di pasar global.
Pembangunan modeling tersebut merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produksi ikan tilapia nasional dan menjadikan ikan tilapia sebagai salah satu komoditi strategis yang dapat menjadi andalan Indonesia ke depan demi keseimbangan ekonomi dan lingkungan.
Kawasan seluas 84 hektare ini merupakan modeling ikan nila salin menggunakan sistem terintegrasi berkelanjutan. Kawasan ini diharapkan menjadi sumber daya produktif untuk meningkatkan produksi budidaya tilapia.
“Jadi memang produksi ikan di danau-danau itu ada PP 60 Tahun 2021, disampaikan ukurannya bahwa perlu adanya moratorium atau pemberhentian budidaya di keramba-keramba di danau-danau dan dialihkan,” ujar Kepala Tim Kerja Produksi BLUPPB, Agus Dwiono.
“Dalam membangun modeling ini semua komponen, katakanlah teknologi itu semua kita memasukkan di sini. Jadi mulai dari otomatisasi pemberian pakan, ada lining HDPE dan sebagainya kita bikin se-ideal mungkin,” tambahnya.
Terdapat berbagai tahapan budidaya di kawasan ini, mulai dari pembenihan, pendederan, dan pembesaran. Target hasil budidaya ikan diperuntukkan ekspor dengan fillet berukuran minimal 800 gram ke atas.
Terhitung dari bulan Mei hingga Oktober 2024, hasil panen pertama BLUPPB Karawang adalah 230 ton ikan nila salin. Hasil panen didistribusikan ke perusahaan swasta untuk kebutuhan ekspor. Sementara itu, ikan yang berukuran fillet di bawah 800 gram disalurkan ke pasar lokal.
Agus Dwiono mengungkapkan bahwa antara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karawang dan Sukabumi melakukan kolaborasi untuk menyukseskan Program Prioritas Nasional BINS.
“BBPBAT mengembangkan benihnya, benih ikan nila salin, mereka punya indukan yang katakan berkualitas terus disuplaikan ke BINS kami,” ujar Agus.
Agar bisa melaksanakan upaya peningkatan produksi perikanan budidaya nasional, ketersediaan benih berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan menjadi syarat mutlak.
BBPBAT di Sukabumi memiliki luas sekitar 25 hektare dan terbagi menjadi lima blok dan berperan penting menjadi menyuplai benih unggul sebelum pembesaran dilakukan di tambak Karawang.
Metode teknologi perbenihan yang berhasil dikembangkan oleh BBPBAT Sukabumi adalah teknologi untuk ikan nila dengan skala rakyat. Dengan menggunakan sistem bioflok di dalam kolam terpal, teknologi tersebut dirancang sebagai pembenihan skala rumah tangga agar bisa mendorong masyarakat di seluruh Indonesia bisa mengadopsinya dengan mudah.
Plt. Kepala BBPBAT Sukabumi, Muhammad Nurdin, menyampaikan bahwa masalah besar yang ada di masyarakat terkait budidaya ikan adalah benih yang tidak berkualitas.
“Jadi banyak yang masyarakat berbudidaya, mendapatkan benih yang kualitasnya itu tidak terlalu baik sehingga pertumbuhannya pun juga tidak terlalu optimal,” ujar Nurdin.
Maka dari itu, sebagai salah satu UPT hal tersebut menjadi bagian tersendiri dari BBPBAT Sukabumi untuk menjawab permasalahan benih ini.
Selain disalurkan ke Sentra Budidaya Karawang, hasil pembenihan di BBPBAT Sukabumi juga disalurkan ke berbagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang berada di wilayah kabupaten/kota di berbagai wilayah Indonesia agar mendapat benih ikan berkualitas.
Hal tersebut bertujuan untuk mengembangkan potensi budidaya ikan tilapia di berbagai daerah di Indonesia.
“Kita kirim ke Sulawesi misalkan, kita kirim ke Jawa Timur, kita kirim ke di luar Jawa, misalkan ke Sumatra, itu kita akan pakai ukuran yang paling 2-3 cm. Harapannya adalah pertama kita harus memastikan induk yang kita pakai itu berkualitas,”pungkas Nurdin.
Nurdin juga menambahkan distribusi tersebut tidak bisa dilakukan oleh BBPBAT Sukabumi saja, tetapi harus memiliki jejaring agar induk-induk ini terdistribusi dengan baik. Selain itu, mutu ikan nila juga harus diperbaiki dengan berkolaborasi dengan instansi lain.
Pemerintah berupaya meningkatkan produksi ikan tilapia pada 2024 secara terintegrasi, mulai dari hulu hingga hilir.
Penyediaan benih ikan yang premium, sehat dan tahan penyakit diwujudkan melalui pengembangan modeling kawasan tambak budidaya ikan tilapia mulai dari pembenihan hingga pembesaran.
Potensi ekspor tilapia tetap menjanjikan, karena diprediksi mencapai 21,6 miliar USD pada 2023. Tentunya ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk menjadi pemasok utama tilapia terbesar di dunia pada tahun 2033 dengan kualitas ikan bermutu tinggi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.