Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 241
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 241
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
SUMBAWA, KOMPASTV-
Belda Zando kali ini mengikuti nelayan mencari ikan. ya Suku Bajo dikenal sebagai pengelana laut, pengembara laut. Sekilas tentang warga Bajo di Pualu Bungin: Masyarakat Bajo di Pulau terpadat di dunia ini, pada awalnya mereka tidak mendiami daratan seperti sekarang ini. Ya, mereka hidup di laut sekitar pantai dengan sistem perumahan di atas air laut. Lama-kelamaan sebagai akibat adanya pertumbuhan penduduk, mereka mulai mengusahakan daratan dengan cara menimbun air laut dengan batu maupun karang yang sudah mati. Sebagai akibat dari pengaruh lingkungan, kebudayaan suku Bajo di Pulau Bungin saat ini mempunyai ciri khas kebudayaan dua lingkungan yaitu lingkungan laut dan daratan. Lingkungan yang dihadapi masyarakat Bajo ini menghasilkan potensi yang memungkinkan untuk dikembangkan. Potensi laut dan pantai yang kaya dengan sumberdaya alam, sedangkan wilayah daratan menjadi penting sebagai tempat tinggal dan wahana interaksi masyarakat.
Meskipun masyarakat Bajo sudah bertempat tinggal dalam satu daratan dengan masyarakat lain, namun mereka memiliki tradisi dan kepercayaan yang berbeda dengan masyarakat Sumbawa pada umumnya. Tradisi laut yang sangat kental dari masyarakat Bajo Pulau Bungin, masih dipraktikkan oleh mereka, khususnya dalam kaitannya dengan mata pencaharian mereka sebagai nelayan. Demikian juga budaya yang mereka praktikkan saat ini juga menyesuaikan dengan kehidupan mereka yang sekarang.
Suku Bajo atau Suku Bajau yang tersebar di berbagai wilayah Asia Tenggara dikenal sebagai penyelam hebat di dunia. Mereka dengan mudahnya dapat menyelam sedalam 40 meter di bawah permukaan laut hanya dengan satu tarikan napas, tanpa alat bantu oksigen atau pakaian selam profesional. Paling hanya berbekal kacamata renang sederhana yang terbuat dari kayu untuk membingkai kaca biasa, agar mencegah air laut masuk ke mata. Mereka hidup secara nomaden. Bertahan hidup dengan menombak ikan, metode kuno menangkap ikan. Kini, menombak ikan dikenal sebagai olahraga spearfishing. Suku Bajo lah yang pertama mempraktikkan spearfishing untuk mencari ikan. Secara harfiah, spear dalam bahasa Inggris berarti ujung tombak dan fishing berarti kegiatan mencari ikan. Warga suku Bajo menyebut berburu ikannya dengan memanah ikan.
Beberapa warga di Pulau Bungin membudidayakan lobster yang dikenal dengan lobster mutiara dan lobster kelapa, Harga khusus untuk lobster mutiara sekurangnya 3 juta rupiah.
Sementara nelayan kebanyakan lainnya tetap mencari ikan di laut dengan keahlian ciri khas suku Bajo tadi, memanah ikan.
Belda kagum dengan akurasi nelayan Bungin ketika mengarahkan spreargun ke ikan yang jadi sasaran. Bagaimana tidak, di dalam air, banyak faktor yang pasti menyulitkan memanah ikan. air yang tenang saja bisa mengubah arah mata panah, apalagi ketika bergelombang dan arus.
Belum lagi faktor si penyelamnya, faktor diri sendiri. menguasai diri ketika berada di kedalaman tertentu bukan perkara mudah. apalagi mereka melakukannya dengan freedive, tanpa bantuan oksigen. Dengan sangat sabar dan tenang, nelayan Bajo di Bungin ini berburu ikan di laut laksana sedang berjalan santai di darat.
Bagaimana Belda tidak geleng-geleng kepala lihat fenomena seperti ini.
Tontong videonya saja yuk.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.