Gelombang panas dapat berdampak akut pada populasi besar dalam jangka waktu singkat, seringkali memicu keadaan darurat kesehatan masyarakat, dan mengakibatkan kematian yang berlebihan, serta dampak sosio-ekonomi yang terus-menerus (misalnya hilangnya kapasitas kerja dan produktivitas tenaga kerja).
Hal ini juga dapat menyebabkan hilangnya kapasitas penyediaan layanan kesehatan, di mana kekurangan listrik yang sering menyertai gelombang panas, mengganggu fasilitas kesehatan, transportasi, dan infrastruktur air.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan fenomena udara panas yang melanda Indonesia dalam beberapa hari terakhir bukan merupakan gelombang panas atau heat wave.
“Jika ditinjau secara karakteristik fenomena, maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, kita tidak termasuk ke dalam kategori heat wave, karena tidak memenuhi persyaratan sebagai gelombang panas,” kata Deputi Meteorologi BMKG Guswanto di Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Ia menjelaskan, merujuk pada data rekapitulasi meteorologi BMKG selama 24 jam terakhir, suhu di sebagian besar wilayah Indonesia cukup meningkat sebesar lima derajat di atas suhu rata-rata maksimum harian, dan sudah bertahan sekitar lebih dari lima hari.
Peningkatan suhu tersebut teramati melanda mulai dari Jayapura, Papua (35,6 celcius), Surabaya, Jawa Timur (35,4 celcius), Palangka Raya, Kalimantan Tengah (35,3 celcius), Pekanbaru- Melawi, Kalimantan Barat- Sabang, Aceh dan DKI Jakarta (34,4 celcius)
Namun, ia menyatakan, peningkatan suhu itu tidak sama dengan apa yang dialami sejumlah negara Asia lain seperti Myanmar, Thailand, India, Bangladesh, Nepal, dan China.
Baca Juga: Penjelasan BMKG soal Suhu Panas Awal Mei 2024 di Indonesia, Efek Gelombang Panas?
Temperatur suhu di beberapa negara tersebut mencapai titk maksimal sebesar 41,9 – 44,6 celcius berdasarkan laporan rekapitulasi temperatur lembaga Global Deterministic Prediction Sistem, Environment and Climate Chage Canada beberapa hari terakhir.
Hal serupa juga dialami sejumlah kota negara tetangga seperti Malaysia (34,7 – 34,3 derajat celcius) dan Filipina (39,6 – 36,5 derajat celcius).
"Secara karakteristik suhu panas terik harian yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari," ujarnya.
BMKG menilai hal itu merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Kendati demikian, pihaknya merekomendasikan agar masyarakat meminimalkan waktu berada di bawah paparan matahari antara pukul 10.00 WIB – 16.00 WIB dan mengoleskan cairan pelembab tabir surya SPF 30+ setiap dua jam untuk melindungi kulit.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.