JAKARTA, KOMPAS.TV - Fenomena heat wave atau gelombang panas yang terjadi di beberapa negara Asia sedang menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Dilansir Washington Post, gelombang panas yang terjadi pada beberapa bulan terakhir di Asia Tenggara menyebabkan sekolah-sekolah ditutup hingga lonjakan besar jumlah kasus penyakit dan kematian.
Manila, wilayah metro megalopolis di Filipina yang berpenduduk lebih dari 14 juta orang, mencatat suhu tertinggi sepanjang masa sebesar 38,8 celcius pada 27 April 2024.
Pada 22 April di Bangladesh, suhu mencapai 43 derajat celcius dan membuat sekolah-sekolah dasar ditutup. Pada 23 April, suhu naik hingga 43,8 derajat celcius.
Rekor suhu terpanas di Laos juga terjadi pada April ketika suhu mencapai 43,2 derajat celcius di Tha Ngon.
“Ribuan rekaman dicatat di seluruh Asia, dan ini merupakan peristiwa paling ekstrem dalam sejarah iklim dunia,” tulis sejarawan cuaca Maximiliano Herrera di X (Twitter) pada 28 April 2024 lalu.
Baca Juga: Penjelasan BMKG soal Udara Panas Terjadi di Indonesia Beberapa Hari Terakhir
Dikutip dari laman Weather.gov, gelombang panas atau heat wave adalah periode cuaca panas tidak normal yang umumnya berlangsung lebih dari dua hari.
Gelombang panas dapat berpotensi membahayakan tubuh hingga memicu berbagai penyakit. Panas ekstrem juga berdampak pada transportasi seperti merusak trotoar dan melengkungkan rel kereta api, berdampak pada pasokan air bersih dan produktivitas pertanian.
Sementara menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), gelombang panas terjadi jika suhu maksimum suatu tempat mencapai setidaknya 40 derajat celcius atau lebih untuk dataran dan setidaknya 30 derajat celcius atau lebih untuk wilayah perbukitan.
WHO menyebut suhu global serta frekuensi dan intensitas gelombang panas meningkat pada abad ke-21 sebagai akibat dari perubahan iklim.
Suhu udara tinggi pada siang dan malam hari dalam jangka waktu lama menciptakan tekanan fisiologis kumulatif pada tubuh manusia yang memperburuk penyebab utama kematian secara global, termasuk penyakit pernapasan dan kardiovaskular, diabetes melitus, dan penyakit ginjal.
Gelombang panas dapat berdampak akut pada populasi besar dalam jangka waktu singkat, seringkali memicu keadaan darurat kesehatan masyarakat, dan mengakibatkan kematian yang berlebihan, serta dampak sosio-ekonomi yang terus-menerus (misalnya hilangnya kapasitas kerja dan produktivitas tenaga kerja).
Hal ini juga dapat menyebabkan hilangnya kapasitas penyediaan layanan kesehatan, di mana kekurangan listrik yang sering menyertai gelombang panas, mengganggu fasilitas kesehatan, transportasi, dan infrastruktur air.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan fenomena udara panas yang melanda Indonesia dalam beberapa hari terakhir bukan merupakan gelombang panas atau heat wave.
“Jika ditinjau secara karakteristik fenomena, maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, kita tidak termasuk ke dalam kategori heat wave, karena tidak memenuhi persyaratan sebagai gelombang panas,” kata Deputi Meteorologi BMKG Guswanto di Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Ia menjelaskan, merujuk pada data rekapitulasi meteorologi BMKG selama 24 jam terakhir, suhu di sebagian besar wilayah Indonesia cukup meningkat sebesar lima derajat di atas suhu rata-rata maksimum harian, dan sudah bertahan sekitar lebih dari lima hari.
Peningkatan suhu tersebut teramati melanda mulai dari Jayapura, Papua (35,6 celcius), Surabaya, Jawa Timur (35,4 celcius), Palangka Raya, Kalimantan Tengah (35,3 celcius), Pekanbaru- Melawi, Kalimantan Barat- Sabang, Aceh dan DKI Jakarta (34,4 celcius)
Namun, ia menyatakan, peningkatan suhu itu tidak sama dengan apa yang dialami sejumlah negara Asia lain seperti Myanmar, Thailand, India, Bangladesh, Nepal, dan China.
Baca Juga: Penjelasan BMKG soal Suhu Panas Awal Mei 2024 di Indonesia, Efek Gelombang Panas?
Temperatur suhu di beberapa negara tersebut mencapai titk maksimal sebesar 41,9 – 44,6 celcius berdasarkan laporan rekapitulasi temperatur lembaga Global Deterministic Prediction Sistem, Environment and Climate Chage Canada beberapa hari terakhir.
Hal serupa juga dialami sejumlah kota negara tetangga seperti Malaysia (34,7 – 34,3 derajat celcius) dan Filipina (39,6 – 36,5 derajat celcius).
"Secara karakteristik suhu panas terik harian yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari," ujarnya.
BMKG menilai hal itu merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Kendati demikian, pihaknya merekomendasikan agar masyarakat meminimalkan waktu berada di bawah paparan matahari antara pukul 10.00 WIB – 16.00 WIB dan mengoleskan cairan pelembab tabir surya SPF 30+ setiap dua jam untuk melindungi kulit.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.