KOMPAS.TV – Budiono selaku kuasa hukum N (22), korban dugaan penyekapan oleh pihak perusahaan kelapa sawit PT PMM di Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, menilai perbuatan itu tak ubahnya perbudakan era kolonial.
Mengutip pemberitaan Kompas.id, Budiono yang dihubungi dari Palembang, Senin (9/12/2024), juga berpendapat penyekapan merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan.
Diketahui, dugaan penyekapan terjadi pada N (22) dan anaknya, Nv (1 tahun 2 bulan) di Bangka Belitung.
”Penyekapan yang menimpa Nadia dan anak balitanya tak ubahnya praktik perbudakan era kolonial,” kata Budiono.
Baca Juga: Kasus Penyekapan Balita di Pejaten, Korban Dilecehkan Hingga Pelaku dalam Pengaruh Narkoba
“Ini sangat meresahkan karena tidak berperikemanusiaan. Kami sangat mengutuk praktik perbudakan seperti ini. Di zaman modern yang sudah tahun 2024, kasus seperti itu tidak boleh terjadi lagi,” imbuhnya.
Dugaan penyekapan itu terjadi di Desa Maras Senang, Kecamatan Bakam, Bangka.
Kasus itu terungkap setelah masyarakat menyaksikan video Nadia yang meminta tolong saat disekap di dalam sebuah ruangan di tengah perkebunan sawit milik PT PMM di desa tersebut.
Berdasarkan video yang viral di sejumlah aplikasi media sosial pada Jumat (6/12/2024) tersebut, Budiono bersama timnya dan sejumlah warga mengecek ke lokasi.
”Kata Nadia, dia dan anaknya disekap PT PMM karena suaminya diduga mencuri solar milik PT PMM. Keduanya dijadikan jaminan agar F yang menghilang bersedia menyerahkan diri kepada PT PMM,” kata Budiono.
Kepada polisi, N mengatakan, dirinya dibawa oleh pihak PT PMM pada Kamis (5/12/2024) petang seusai F tidak ditemukan di mes karyawan yang menjadi tempat mereka tinggal.
Saat itu, ia sempat dimintai keterangan dan disuruh menunggu hingga F datang.
Namun, karena F tak kunjung datang, ia pun dikurung dalam ruang sempit berukuran sekitar 2,5 X 2,5 meter yang berjarak sekitar 300 meter dari mes karyawan.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.