Kompas TV regional jawa tengah dan diy

Undip Respons Pemberhentian Dekan FK dari RSUP dr Kariadi Buntut Kasus Bunuh Diri Mahasiswi PPDS

Kompas.tv - 2 September 2024, 04:35 WIB
undip-respons-pemberhentian-dekan-fk-dari-rsup-dr-kariadi-buntut-kasus-bunuh-diri-mahasiswi-ppds
Dekan FK Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko diwawancarai di kampusnya, Jumat (23/8/2024). (Sumber: KOMPAS.COM/Titis Anis Fauziyah)
Penulis : Ade Indra Kusuma | Editor : Edy A. Putra

SEMARANG, KOMPAS.TV - Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro (Undip) Wijayanto menyayangkan pemberhentian sementara Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip Yan Wisnu Prajoko dari posisinya sebagai dokter spesialis onkologi di RSUP Dr Kariadi, buntut kasus bunuh diri seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip.

Dia menyayangkan pemberhentian itu karena investigasi yang dilakukan polisi belum usai. Apalagi, pembelajaran di PPDS juga diberhentikan sementara sejak 14 Agustus 2024.

Ia menilai keputusan tersebut tergesa-gesa dan merugikan masyarakat yang menjadi pasien maupun mahasiswa PPDS yang menjalani praktik di RSUP Kariadi.

Baca Juga: Kasus Perundungan PPDS Mahasiswa Kedokteran, Menkes UngkapTak Hanya Terjadi di Undip

"Penutupan program studi itu tidak hanya merugikan 80-an para mahasiswa PPDS lainnya. Namun juga masyarakat yang mesti panjang mengantre karena kelangkaan dokter di RS Karyadi," seru Wijayanto melalui keterangan tertulis, Minggu (1/9/2024), dikutip dari Kompas.com.

Keputusan itu tertuang dalam surat nomor KP.04.06/D.X/7465/2024 perihal penghentian sementara aktivitas klinis yang ditujukan kepada Dr dr Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K).

Surat tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP Dr Kariadi, dr Agus Akhmadi, M.Kes pada 28 Agustus 2024.

Hal itu merupakan buntut dugaan kasus perundungan pada PPDS Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif setelah dokter ARL diketahui melakukan bunuh diri.

Menurut Wijayanto, pemberhentian dilakukan karena direktur rumah sakit mendapat tekanan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengeluarkan keputusan itu.

Padahal, dia menyebut jam kerja yang overload itu adalah kebijakan rumah sakit yang merupakan ranah kebijakan Kemenkes.

"Seorang residen, julukan untuk mahasiswa PPDS yang praktik di RS, mesti kerja lebih dari 80 jam seminggu. Tidur hanya 2-3 jam setiap hari. Kadang mesti bekerja hingga 24 jam alias sama sekali tidak tidur," ungkapnya.

Dia melihat peristiwa ini ibarat puncak gunung es. Undip mendorong agar investigasi dilakukan secara tuntas. Sehingga akar struktural dan sistemik dari keadaan ini dapat menjadi modal pembenahan ke depan.

"Undip sangat terbuka dengan hasil investigasi dari pihak luar, baik itu kepolisian maupun Kemenkes. Jika memang terbukti ada perundungan, hukuman untuk pelakukanya jelas dan tegas, drop out," tegas Wijayanto.




Sumber : Kompas.com




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x