JAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Agama Jawa Timur tidak akan menutup operasional Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hanifiyyah meski tak memiliki izin dan terjadi tindakan kekerasan yang menyebabkan kematian salah satu santri.
Terkait izin operasional, Kabid Pendidikan Diniyah dan Ponpes Kemenag Jatim Mohammad As'adul Anam memberikan penjelasannya.
"Memang masih banyak pesantren yang belum memiliki izin karena mereka masih ikut pondok pesantren induk. Cuma Al Hanifiyyah ini kan juga memang masih keluarga kyai, artinya masih ada kekerabatan dengan kyai, tapi tidak ikut dengan induknya sehingga tidak tercatat," kata Anam dalam program Sapa Pagi KompasTV, Jumat (1/3/2024).
Anam mengatakan, Ponpes Al Hanifiyyah ini sebenarnya sudah memenuh persyaratan akan tetapi tidak mengajukan izin operasional.
"Ada persyaratannya memang, salah satunya jumlah santri. Yang kedua ada kyai, yang ketiga ada asrama, yang keempat ada tempat ibadah masjid atau mushola, yang kelima adalah kitab kuning," tutur Anam.
"Sebenarnya Al Hanifiyyah sudah memenuhi. Tapi izin operasional itu diajukan oleh lembaga yang bersangkutan," ujarnya.
Anam menambahkan, pihaknya juga sudah banyak melakukan upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan di ponpes. Akan tetapi, upaya tersebut belum mampu untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan di ponpes.
"Kementerian Agama mulai tahun 2022 sudah mendeklarasikan pesantren ramah anak, kemudian bekerja sama dengan LMI. Kemudian juga melaksanakan pelatihan dengan DPRD Jawa Timur, DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Jawa Timur dan Kementerian Kesehatan untuk melatih Satgas Anti Kekerasan," kata dia.
"Jadi upaya kami sudah banyak, tapi ternyata masih ada kejadian-kejadian yang seperti itu," ucap Anam.
Baca Juga: Hasil Rekonstruksi, Santri di Kediri Tewas Dianiaya 4 Seniornya secara Berulang Pakai Tangan Kosong
Setelah kejadian di Ponpes Al Hanifiyyah, Anam mengungkapkan akan ada review aturan terkait pengelolaan pesantren yang akan dilakukan pihak pusat.
Sementara terkait penutupan Ponpes Al Hanifiyyah, Anam menyebut pihaknya tidak mungkin untuk melakukan hal tersebut.
Tetapi, selanjutnya bakal ada pembinaan dan pendampingan tambahan untuk mencegah kembali terjadinya tindakan kekerasan di Ponpes Al Hanifiyyah.
"Kalau ada penutupan tidak mungkinlah karena memang belum ada aspek administrasi yang berhubungan dengan kami. Tapi nanti kita ada pendampingan kemudian pembinaan terkait itu dari Dinas Kesehatan, DP3A dan KPAI. Semua akan ikut," ucapnya.
Seperti yang diketahui, Balqis Bintang Maulana (14) meninggal dunia di PPTQ Al Hanifiyyah Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur usai dianiaya atau mendapatkan tindakan kekerasan empat kakak kelasnya.
Empat pelaku MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar Bali, dan AK (17) asal Surabaya sudah ditangkap oleh Polres Kediri Kota, Jawa Timur.
Pihak kepolisian menduga, penganiayaan kepada korban dilakukan berulang-ulang karena terjadi kesalahpahaman di antara anak-anak tersebut.
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat Pasal 80 Ayat 3 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggunaan kekerasan terhadap orang atau barang, serta Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana yang dilakukan secara berulang yang mengakibatkan kematian.
Baca Juga: Polisi Ungkap Motif dan Kronologi Santri di Kediri Tewas Dianiaya Senior
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.