BANYUMAS, KOMPAS.TV - Lorong sempit, licin, dan gelap mendefinisikan lingkungan kerja para penambang emas ilegal di Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, yang membuat 8 pekerja terjebak di sana.
Setiap harinya mereka menantang bahaya terjatuh, tertimpa batuan, kelelahan, atau terjebak banjir.
Semua ini dihadapi untuk mendapatkan penghasilan antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta per minggunya.
Seorang penambang, Agus (40), bukan nama sebenarnya, mengaku telah bekerja di tambang tersebut selama hampir satu dekade.
Baca Juga: Lokasi Tambang Emas Ilegal Terjebaknya 8 Petambang Ternyata Dikelola Warga Pribadi
Mengakui pekerjaannya ini penuh dengan bahaya, dia menganggapnya lebih menguntungkan daripada menjadi petani.
"Saya sudah bekerja di sini hampir 10 tahun. Kalau diminta memilih kerja tambang atau petani, ya pilih tambang ini. Hasilnya ratusan kali lipat dari petani," ungkapnya sebagaimana dikutip dari Harian Kompas, Jumat (28/7/2023).
Menunggu evakuasi rekan-rekannya yang terjebak, dia berbicara tentang kondisi di dalam tambang:
"Di dalam, bagian lorong itu sempit hanya sekitar 90 sentimeter dengan lebar 70 sentimeter. Tapi ada juga tempat yang luas. Bisa juga untuk parkir mobil, ukurannya sekitar 10 meter x 10 meter," terang Agus.
Pekerja tambang menceritakan pengalaman mereka bekerja di dalam lubang yang gelap dan basah, dengan jam kerja yang panjang dan berbahaya.
Baca Juga: Kepala Desa Kiarasari Buka Suara Empat Warga Nekat Jadi Penambang Emas Ilegal di Banyumas
Menurut Agus, dia pernah bertahan di dalam tambang selama 24 jam.
"Di dalam itu bisa ngopi, bawanya pakai botol. Juga bisa merokok. Kalau mau komunikasi dengan teman di atas bisa bicara lewat pipa blower yang meniupkan angin," lanjutnya.
Sementara itu, Nino (nama samaran), penambang lain, menjelaskan bahwa mereka bekerja dalam sistem shift.
Perkerjaan biasanya dimulai pukul 09.00 hingga 15.00. Sementara penambang dari luar daerah, seperti delapan pekerja yang terjebak, biasanya bekerja dalam tiga shift.
Baca Juga: Tim SAR Gabungan Masih Berupaya Evakuasi 8 Petambang Emas Ilegal di Banyumas!
Di dalam tambang, terowongan sempit dibuat lebih luas oleh pekerja yang mengikuti di belakang "raja tikus", sebutan untuk pekerja yang berani masuk lubang kecil pertama untuk mengikuti aliran emas.
Setelah itu, kayu digunakan untuk melapisi terowongan untuk mencegah runtuh.
"Satu tim bisa terdiri dari 3 orang atau 10 orang," kata Nino.
Perlengkapan dasar para pekerja tambang hanyalah lampu senter yang dikenakan di kepala.
Makanan dan minuman dikirim dari permukaan menggunakan tali. Pipa blower digunakan untuk mensuplai oksigen, dan juga sebagai jalur komunikasi. Selain itu, ada pipa untuk memompa air dan kabel untuk mesin bor.
Baca Juga: Kronologi 8 Penambang Emas Ilegal Banyumas Terjebak di Lubang Tambang, Evakuasi Dilanjutkan Pagi Ini
Namun, meski dengan semua persiapan ini, bahaya selalu ada.
"Sejak 2014, kejadian rembesan air seperti ini baru terjadi kali ini. Dulu pada 2015, dua orang meninggal karena jatuh," tutur Darkim (nama samaran), penambang lainnya.
Mereka tidak tahu secara pasti dari mana air datang dan menggenangi tambang, tetapi area ini diapit oleh dua sungai, Sungai Datar dan Sungai Tajur.
Meskipun risiko tinggi, pendapatan potensial membuat pekerjaan ini menarik.
Mereka tidak mengungkapkan secara pasti berapa banyak yang mereka dapatkan, tetapi memberikan perkiraan antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta per minggu.
Baca Juga: Harga Emas Antam Hari Ini Merosot Rp8.000, Kini Jadi Rp1.068.000 Per Gram
Sistem pembagian hasil juga bervariasi, baik dalam bentuk bagian dari tambang atau dalam bentuk uang.
Selain itu, ada juga pemodal yang membiayai operasi dan pemilik tanah yang menyewakan lahan.
Darkim mencatat bahwa satu "lapak" atau area kerja bisa memerlukan modal hingga Rp 500 juta. Di sana, terdapat 35 lapak, 30 di antaranya aktif dan lima lainnya tidak aktif.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.