Damanik menerangkan, perambahan liar di kawasan hutan itu berlangsung terorganisir. Pemodal mendatangkan warga dari luar daerah ke wilayah itu.
Sebagian besar berasal dari Sumatera Utara. Pemodal juga memobilisasi pembukaan hutan untuk ditanami bibit sawit.
Areal yang telah ditanami sawit dijual kepada pendatang senilai Rp25 juta-Rp30 juta per hektare.
”Keuntungan besar telah mereka raup sehingga para pemodal sering menggerakkan massa melakukan tindakan anarkistis agar perambahan dapat terus berjalan,” katanya.
Ia menceritakan, dua pekan sebelumnya, perambah memaksa memasukkan alat berat untuk memperbaiki jalan menuju Kawasan hutan di Bungku, Kabupaten Batanghari. Hingga saat ini, sudah lebih dari 3.000 hektar hutan dirambah dalam modus jual beli kebun sawit.
Upaya dialog melibatkan petugas Dinas Kehutanan Provinsi Jambi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak membuahkan hasil. Alat berat tetap beroperasi membuka akses demi memperluas perambahan dalam hutan negara itu.
Adapun, Hutan Harapan seluas sekitar 98.000 hektare merupakan areal hutan pertama yang ditetapkan pemerintah sebagai Restorasi Ekosistem. Kawasan itu merupakan satu-satunya hutan hujan dataran rendah tersisa yang kondisinya masih terbilang baik.
Kawasan ini dihuni lebih kurang 200 keluarga suku Batin Sembilan. Selain itu, kawasan ini merupakan habitat alami bagi 307 spesies burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, dan 917 spesies tanaman endemik.
Sebanyak 26 spesies di antaranya berstatus langka dan kritis, seperti harimau sumatra, gajah sumatera, tapir, ungko, anjing hutan, trenggiling, dan rangkong, juga menempati hutan itu.
Di samping itu, hidup 1.300 spesies tanaman, yang sebagian besar bermanfaat sebagai bahan makanan dan obat bagi komunitas adat setempat.
Baca Juga: Banjir Bandang Di Luwu Utara, Bencana Alam Hingga Dugaan Perambahan Hutan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.