JAKARTA, KOMPAS.TV - Para pekerja Ambulans Gawat Darurat (AGD) Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta berdemo di depan Balai Kota, hari ini Kamis (22/10/2020).
Mereka meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk memperhatikan kinerja anak buahnya dalam memimpin Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tersebut.
Beberapa orang berunjuk rasa memakai perlengkapan alat pelindung diri (APD) seperti masker, baju hazmat, sarung tangan, face shield, dan sebagainya.
Baca Juga: Polri Akan Tindak Ambulans yang Berperan di Luar Tugas Kemanusiaan
Massa juga membentangkan beberapa spanduk dan poster yang berisi penolakan PHK bagi tenaga kesehatan, serta menuntut kebebasan berpendapat dan lainnya.
Mereka bahkan mendorong pagar gedung Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat pada Kamis (22/10/2020) siang.
Mereka mendorong-dorong pagar setinggi kira-kira 1,5 meter tersebut karena ingin menemui Anies Baswedan.
“Pak buka pak, dengarkan aspirasi kami pak,” teriak massa sambil mendorong pagar berwarna hitam itu dikutip dari Tribunnews.com.
Melihat hal itu, koordinator lapangan yang tengah beraksi di mobil komando langsung menginstruksikan kepada rekannya agar menahan diri.
Dia meminta, agar massa tak terpancing emosi dalam menyuarakan aspirasinya. “Tahan dulu, tahan dulu tolong sabar, dan tolong emosi dijaga,” ujar salah satu pria yang tengah orasi di mobil komando.
Baca Juga: Viral! Ambulans Kabur dari Kejaran Polisi saat Demo, MDMC: Kami Tidak Operasikan!
PHK
Salah satu pengurus Perkumpulan Pekerja AGD Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Abdul Adjis menjelaskan, ada 750 pegawai non PNS yang bekerja di BLUD AGD Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Sebanyak tiga orang telah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), sedangkan 72 orang terancam serupa karena tidak meneken Pakta Integritas.
“Kami menolak fakta integritas karena kontennya jadi memaksa kami untuk, tunduk pada aturan yang mereka buat dan pada aturan tidak pernah disosialisasi sampai dengan saat ini,” ujar Adjis.
“Kemudian kami dipaksa untuk menerima kondisi keuangan apapun, jadi jika ada keterlambatan ada ini ada itu kami dipaksa untuk menerima padahal selama 13 tahun berdiri tidak ada masalah di kami seperti itu,” tambahnya.
Ada beberapa poin yang membuat mereka menolak untuk meneken berkas tersebut. Salah satu yang paling menjadi perhatiannya adalah mereka bersedia bila terjadi keterlambatan pembayaran gaji.
Dia merasa, kondisi finansial DKI Jakarta tidak terlalu anjlok sehingga pekerja AGD idealnya tetap mendapat gaji tanpa ada kendala.
“Saya nggak tahu ada masalah apa? Tapi nggak mungkin Jakarta mengalami kekurangan uang,” ungkapnya.
Baca Juga: 3 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan Jadi Sorotan, Salah Satunya Terkait Penanganan Banjir Jakarta
Awal Perseteruan
Adjis mengakui bahwa saat ini tengah berseteru dengan pimpinan BLUD AGD Dinas Kesehatan sejak akhir tahun 2019 lalu. Perselisihan itu berawal ketika pimpinan BLUD hendak membubarkan perkumpulan mereka.
“Kami ini non PNS yang dijamin oleh UU untuk berkumpul dan berorganisasi. Jadi di awal tahun 2020 ini di bulan Februari mulai dibubarkan perkumpulan kami ini,” terang Adjis.
Selain dilarang membuat organisasi sebagai wadah perkumpulan, iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek) mereka juga tak dibayarkan.
Bahkan, kata dia, sejak April 2020 lalu sampai sekarang iuran BPJamsostek mereka tak kunjung dibayarkan.
“Kemudian masalah alat-alat kesehatan yang tidak sesuai dengan SOP, baik itu unit ambulansnya yang harusnya disekat karena ada penanganan Covid-19," katanya.
"Jadi harus ada aturan-aturan teknisnya. Itu yang kami suarakan,” sambuny Adjis.
Menurut Adjis, dari situ berkembang, sehingga terjadi pemberian hukuman indisipliner padahal tak ada pelanggaran.
"Kami dianggap membangkang perintah pimpinan, kami dianggap tldak taat pimpinan,” tambahnya.
Baca Juga: Hari Ini Ribuan Massa Buruh dan Mahasiswa Demo Tolak UU Cipta Kerja di Kawasan Medan Merdeka
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.