JAKARTA, KOMPAS.TV - FIFA dan UEFA didesak untuk melarang Inggris mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2030 hingga masalah kekerasan suporter dan serangan rasis bisa terselesaikan.
Hal tersebut diungkapkan mantan pemain QPR dan West Ham United, Anton Ferdinand.
Dilansir dari Daily Mail, Ferdinand merasa Inggris harus mendapat hukuman sebagai konsekuensi kebrutalan suporter saat laga final Euro 2020 dan sesudah pertandingan.
Pada pertandingan final Euro 2020 hari Minggu kemarin, banyak suporter timnas Inggris tanpa tiket yang membuat kerusuhan dengan mencoba masuk ke stadion.
Selain itu, tak sedikit pula suporter Inggris yang melakukan serangan rasis secara daring atau langsung kepada Marcus Rashford, Jadon Sancho dan Bukayo Saka terkait kegagalan mereka mengeksekusi penalti di laga final Euro 2020 melawan Italia.
"Ya, harus ada konsekuensinya, pasti ada konsekuensinya," jawab Ferdinand saat ditanya apakah Inggris harus mendapat hukuman.
"Begitulah cara orang belajar, tetapi Anda harus mau belajar, itulah masalahnya. Anda harus bersedia untuk memahami dan berpikiran terbuka tentang apa itu, terutama ketika berbicara tentang sisi diskriminasi."
Baca Juga: Kalah dari Italia, Suporter Inggris Bentrok dengan Aparat
"Banyak orang yang meneriakkan kata-kata kotor dan hal-hal semacam itu. Mereka tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya dilecehkan secara rasial, diprofilkan secara rasial, tetapi apa yang dapat mereka lakukan adalah mencoba memahaminya."
"Kami berada di generasi yang berbeda sekarang, apa yang kami lihat adalah sikap multi-budaya. Bukan lagi hanya etnis minoritas yang membicarakan hal ini. Jadi inilah saatnya bagi orang-orang fanatik dan orang-orang bodoh yang tidak berpendidikan ini untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat saat ini."
"Dan untuk orang-orang yang tahu itu salah dan tidak ingin membicarakannya dan memperhatikan orang-orang ini, Anda juga bagian dari masalah. Untuk memerangi ini dan mencoba untuk memberantasnya, semua orang perlu membicarakannya, bukan hanya orang-orang yang menerimanya," tutur Ferdinand.
Sementara itu, sebuah petisi online yang menyerukan untuk menghukum suporter rasis seumur hidup tidak boleh terlibat di sepak bola telah ditandatangani lebih dari 830 ribu orang.
Petisi berjudul 'Larangan rasis seumur hidup dari semua pertandingan sepak bola di Inggris', dibuat oleh juru kampanye anti-rasisme Shaista Aziz dan teman-temannya dengan nama Three Hijabis.
Petisi yang berada di situs change.org tersebut berbunyi: "Sebagai penggemar sepak bola multi-ras, kami akhirnya merasa diwakili oleh timnas Inggris yang anti-rasis dan inklusif ini."
"Kami sangat bangga atau terinspirasi oleh tim kami yang luar biasa dan oleh bakat, keberanian, kepemimpinan, dan cinta mereka untuk semua."
Baca Juga: Mendapatkan Serangan Rasis, Marcus Rashford Angkat Bicara
"Timnas Inggris Gareth Southgate bermain untuk kita semua. Visi mereka adalah visi yang inklusif dan ini lebih penting dari sebelumnya – itulah mengapa kami merasa bangga dengan tim ini dan mengapa mereka sangat dihargai dan dicintai oleh banyak dari kita."
"Seharusnya tidak ada ruang untuk rasis dan fanatisme dalam sepak bola atau masyarakat."
Anton Ferdinand sendiri saat ini ikut bagian dalam kampanye penyalahgunaan internet yang dilakukan oleh BT Sport.
Adik dari Rio Ferdinand tersebut sebelumnya pernah menjadi korban rasisme saat masih aktif bermain.
Ferdinand sempat menuding John Terry melakukan rasis kepadanya saat keduanya berjumpa di sebuah pertandingan pada tahun 2011.
Ferdinand lantas memuji Gareth Southgate yang tak memandang ras saat memilih pemain bagi timnas Inggris.
"Gareth adalah contoh sempurna, mencoba memahami dan mengeri budaya yang berbeda,' kata Ferdinand, berbicara sebagai duta BT Sport Hope United.
Baca Juga: Perdana Menteri Inggirs dan Gary Neville Kecam Komentar Rasisme Warganet
"Dia tidak akan pernah tahu perasaan itu, tapi dia bersedia untuk mengerti. Dan itulah perbedaan antara generasi emas dengan generasi ini."
"Persahabatan di tim ini adalah alasan kami mencapai final, dan tentu saja bersama dengan kualitas pemain di tim yang kami miliki."
“Dia memberi kami salah satu malam terbesar, dan hari-hari terhebat, setelah 55 tahun. Kegembiraan setelah semifinal sungguh luar biasa. Pelecehan media sosial memang memilukan, tapi saya tidak terkejut."
"Orang-orang perlu sadar bahwa tim kami multi-budaya. Tidak akan pernah ada tim Inggris yang serba putih lagi."
"Lihat melalui kelompok umur, mereka multi-budaya. Saya percaya pada tim ini dan saya pikir ini akan memacu kami untuk maju dan tampil baik di Piala Dunia."
"Lihat polanya, semi final (Piala Dunia 2018), final (Euro 2020); sekarang kami harus maju dan memenangkan sesuatu, dan saya percaya pada kelompok pemain ini."
“Ini tidak selalu tentang taktik dari Gareth Southgate, ini tentang orangnya, dan personelnya."
"Ya, Anda membutuhkan kemampuan, tetapi kebersamaanlah yang memenangkan trofi. Sikap Gareth jelas memberi saya harapan bahwa segala sesuatunya bisa berubah," pungkas pria berusia 36 tahun tersebut.
Baca Juga: Pesan Menyentuh Bruno Fernandes kepada Marcus Rashford
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.