Severity: Notice
Message: Undefined property: stdClass::$iframe
Filename: libraries/Article_lib.php
Line Number: 238
Backtrace:
File: /var/www/html/frontendv2/application/libraries/Article_lib.php
Line: 238
Function: _error_handler
File: /var/www/html/frontendv2/application/controllers/Read.php
Line: 85
Function: gen_content_article
File: /var/www/html/frontendv2/index.php
Line: 314
Function: require_once
KOMPAS.TV - Pelaku aksi teror dan intimidasi terhadap mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) dan dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta hingga kini belum terungkap.
Penegakan hukum di Indonesia yang masih lemah dianggap sebagai penyebab kasus tersebut jalan di tempat.
Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar mengatakan, selama aparat kepolisian dan kejaksaan tidak dibenahi, maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan baik.
Padahal teror dan ancaman termasuk aksi kriminal yang harus diusut tuntas hingga dalangnya ditangkap.
Baca Juga: Rocky Gerung Sayangkan Sikap Diam Istana Soal Kebebasan Berpendapat di Kampus
"(Pelakunya) ada banyak kemungkinan, bisa jadi para buzzer, bisa aparat negara, bisa jadi orang lain, dari pelat merah, bisa pelat kuning, bisa pelat hitam, bisa semua," katanya saat diskusi bertema Jokowi dan Masa Depan Demokrasi yang ditanyangkan langsung di program Rosi, KompasTV, Kamis (11/6/2020).
"Di tingkat penegakan hukum soal yang beginian itu lemah sekali, nyaris tidak ada yang selesai," sambungnya.
Dia menilai bahwa aparat penegak hukum itu banyak bermasalah. Oleh karena itu, butuh perbaikan besar di tubuh kepolisian dan kejaksaan.
"Penegakan hukum itu harus dikedepankan, penegakan hukum harus menjawab, harus bisa membenarkan, mendetailkan, supaya orang tahu masalahnya," tegasnya.
Baca Juga: Soal Teror Diskusi FH UGM, Mahfud MD: Gak Usah Dilarang!
Teror Diskusi UGM
Diketahui sebelumnya, diskusi yang diinisiasi oleh Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) batal dilaksanakan.
Diskusi yang diselenggarakan secara daring itu diketahui bertajuk 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.
Diskusi CLS UGM sempat menuai polemik karena berkaitan dengan tajuk yang diusung. Panitia penyelenggara, mahasiswa, hingga narasumber dalam diskusi tersebut mendapat teror, intimidasi, dan ancaman kekerasan.
Diskusi tersebut kemudian berganti judul menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'.
Panitia menegaskan tema dan kegiatan yang dilakukan tidak berkaitan dengan aksi makar atau gerakan politis lainnya. Kegiatan yang dilakukan murni bersifat akademis.
Baca Juga: Jubir Presiden: Pembatalan Diskusi Akademik Tidak Ada Hubungannya Dengan Istana
Butuh Intervensi Jokowi
Sementara itu, pengamat politik Rocky Gerung menyayangkan tidak ada sikap dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penghentian diskusi di kampus tersebut.
Menurut Rocky, Presiden Jokowi seharusnya bisa menegaskan kepada publik bahwa kampus merupakan wadah dalam mengeluarkan kebebasan berpendapat.
Hal ini sebagai arah pemerintah agar pelarangan diskusi dan berpendapat tidak terjadi kembali.
Rocky sependapat jika Presiden tidak boleh ikut campur dalam konteks kriminalitas.
Namun dalam kebebasan berpendapat yang diatur dalam UUD 1945, presiden dapat melakukan intervensi.
"Soal HAM itu bukan soal intervensi atau tidak intervensi, presiden sebagai kepala eksekutif dan kepala negara harus public address bahwa kampus itu bebas mengucapkan apa saja, termasuk mencaci maki presiden," ujar Rocky saat diskusi bertema Jokowi dan Masa Depan Demokrasi yang ditanyangkan langsung di program Rosi, KompasTV, Kamis (11/6/2020).
Lebih lanjut, Rocky menilai tidak adanya pernyataan Presiden Jokowi secara tidak langsung telah mengesahkan dan mengamini pandangan bahwa rezim Jokowi telah melakukan pengekangan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Terutama di dalam kampus.
Menurutnya memang tidak ada campur tangan istana langsung dalam hal tersebut. Namun, Presiden Jokowi dapat intervensi dalam pelanggaran HAM dalam pelarangan diskusi tersebut.
"Berbicara itu adalah bagian tertinggi dari hak asasi. Presiden tidak kasih aura yang membuat orang, kampus terutama berfikir bahwa jangan melarang mahasiswa. Faktanya tidak ada satupun keterangan dari presiden," ujar Rocky.
Baca Juga: Komnas HAM: Teror Diskusi di UGM Mencederai Kebebasan Akademik
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.