"Keduanya (YL dan AH) disimpulkan adanya penjeratan. Sedangkan korban AF, ditemukan dengan luka di leher karena gantung diri," terang Kemas.
Polisi menghentikan penyidikan kasus ini karena pelaku (AF) bunuh diri.
"AF kami tetapkan sebagai tersangka karena telah menjerat istri dan anaknya, tapi menjadi korban karena melakukan gantung diri. Proses hukum tidak bisa kami lanjutkan," ujar Kemas Arifin.
Dari sisi lain, ahli pidana Suhandi Cahaya menyatakan, kasus ini telah mencapai titik di mana pelaku tidak dapat diproses lebih lanjut.
"Karena pelaku utama telah meninggal dunia, maka berdasarkan Pasal 77 KUHP, proses hukum terhadap pelaku dihentikan dan kasus ini ditutup," kata Suhandi.
Baca Juga: Kata Polisi soal Dugaan 1 Keluarga Tewas Bunuh Diri di Ciputat Buntut Terjerat Pinjol
Ahli psikologi forensik Maria Yulinda Ayu Natalia mengatakan, kasus kematian sekeluarga di Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, diduga kuat karena permasalahan ekonomi dan konflik rumah tangga.
“Kasus seperti ini sering kali memiliki latar belakang yang beragam, seperti kecemburuan, konflik rumah tangga, atau masalah keuangan. Dalam kasus ini, tekanan ekonomi tampaknya menjadi faktor utama,” kata Maria di Kantor Polsek Ciputat Timur, Pisangan, Ciputat, Selasa (7/1/2025).
“Permasalahan keuangan terlihat jelas di sini. AF memiliki akses yang intens ke situs judi online dan pinjaman online yang mengindikasikan kemungkinan kecanduan judi. Hal ini memicu tekanan ekonomi yang berdampak pada hubungan rumah tangga,” imbuhnya.
Judi dan pinjaman online memicu tekanan psikologis pada AF yang akhirnya berakhir dengan homicide-suicide atau pembunuhan bunuh diri (terjadi ketika seorang individu membunuh orang lain, kemudian bunuh diri).
Sebelumnya, psikolog forensik Reni Kusumowardhani juga pernah menyebutkan, hutang dan stres finansial bisa menyebabkan keinginan untuk bunuh diri.
"Hutang dan stres finansial itu dapat memengaruhi kesehatan mental dengan cara yang kompleks," ujar Reni dalam program Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Selasa (17/12/2024).
"Tekanan finansial itu dapat meningkatkan perasaan putus asa, depresi, dan kesepian, yang semuanya itu dapat meningkatkan risiko bunuh diri," tambahnya.
Ketika menghadapi masalah yang terkait dengan hutang, apalagi yang besar, beban kognitif pada diri seseorang akan meningkat.
Pikiran jadi terfokus pada bagaimana cara mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya, muncul perasaan kewalahan yang mengakibatkan stres berkepanjangan dan perasaan putus asa.
"Ini (stres dan putus asa) bisa mengurangi kapasitas berpikir secara rasional atau mencari solusi yang lebih sehat," kata Reni.
Maka dari itu, menurut Reni, penting bagi individu yang terjebak dalam siklus hutang atau kesulitan finansial untuk mencari dukungan emosional dan profesional yang tepat.
Selain itu, bagi masyarakat secara umum, Reni menganjurkan agar kita semua lebih peka dan mengenali tanda-tanda ketika seseorang berniat bunuh diri.
Jika menemukannya, kita dapat mengulurkan tangan kepada mereka dan senantiasa membantu tanpa menyalahkan atau menyudutkan.
"Penting diingat untuk kita semua bahwa perasaan yang mendalam seperti depresi atau keputusasaan sering kali dapat disembuhkan dengan dukungan yang tepat, bantuan dari orang lain, baik keluarga, teman maupun tenaga profesional," kata Reni.
*Berita atau artikel ini tidak bertujuan menginspirasi tindakan bunuh diri.
*Pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.
Sumber : Kompas TV, Kompas.com, Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.