JAKARTA, KOMPAS.TV- Persidangan dugaan gratifikasi dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus mengungkapkan fakta-fakta baru yang disampaikan para saksi.
Pada persidangan Senin (13/5/2025), urusan biaya keluarga dari politikus Nasdem ini kembali disebutkan.
Kepala Bagian (Kabag) Umum Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Sukim Supandi menyebut dirinya diminta untuk membayarkan biaya renovasi kamar Kemal Redindo atau Dindo, anak Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Ia menyebut uang biaya renovasi kamar tersebut menggunakan uang pribadinya, karena di kantor sedang tidak ada dana.
Mulanya majelis hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan terkait apa saja yang diminta Dindo kepada Sukim.
Sukim pun menyebut dirinya diminta untuk membayarkan renovasi kamar anak SYL tersebut.
Baca Juga: Curhat Pejabat Kementan Bayarkan Renovasi Kamar Anak SYL Rp200 Juta Pakai Uang Pribadi: Terpaksa
"Ada juga permintaan lain dari Dindo. penyelesaian pembangunan kamar yang bersangkutan," kata Sukim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (13/5/2024).
"Renovasi kamar? Kamar yang di mana? Jakarta, Makassar, apartemen atau rumah pribadi?" tanya hakim.
"Sepertinya Jakarta Yang Mulia," jawab Sukim.
Kemudian hakim mengulik terkait jumlah uang yang diminta anak SYL tersebut kepada Sukim.
"Berapa yang diminta ke saudara?" tanya hakim kembali.
"Rp200 juta Yang Mulia," jawab Sukim.
"Melalui WA (Whatsapp) atau langsung?" tanya hakim
"WA Yang Mulia," ucap Sukim.
Bukan hanya itu, Sukim pun dimintai uang untuk membiayai asesori mobil Dindo sebanyak Rp111 juta.
Hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan kepada Sukim apakah ia pernah didatangi oleh ajudan atau anak SYL.
Sukim pun menyebut pernah bertemu dengan Dindo, saat tengah kunjungan ke Makassar mendampingi SYL.
Hakim kemudian mendalami terkait adakah permintaan Dindo kepada Sukim.
Sukim pun menyebut ada permintaan berupa uang Rp111 juta.
"Apakah ada permintaan sesuatu kepada suadara?" tanya hakim kepada Sukim.
"Ada Yang Mulia saat di perkebunan, permintaan uang," jawab Sukim.
"Berapa yang diminta?" tanya hakim lagi.
"Yang saya ingat Ada Rp111 juta," ucap Sukim.
Ia menyebut permintaan tersebut disampaikan melalui aplikasi pesan instan WhatsApp (WA).
Adapun uang tersebut untuk pembayaran pembelian aksesori mobil.
"Itu (Rp111 juta) diminta langung?" tanya hakim.
"Beliau Dindo WA untuk menyelesaikan aksesoris mobil. Saya tidak tahu jenis mobil-nya apa, cuma itu saja," jawab Sukim.
Dugaan Permintaan Uang 12 Miliar oleh Pejabat BPK
Sebelumnya, dalam persidangan juga terungkap, auditor BPK disebut meminta uang Rp12 miliar agar Kementan RI di bawah kepemimpinan SYL mendapatkan predikat WTP.
Hal itu disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto saat bersaksi.
Awalnya, Jaksa KPK mendalami pengetahuan Hermanto soal sosok Haerul Saleh dan Victor.
Hermanto mengakui mengenal Haerul Saleh, yang merupakan Anggota IV BPK.
Baca Juga: Anak SYL Disebut Minta Rp111 Juta untuk Aksesoris Mobil, Uang dari Patungan Pejabat Kementan
"Kalau Pak Victor itu memang auditor yang memeriksa kita (Kementan)," kata Hermanto.
"Kalau Haerul Saleh?" cecar jaksa.
"Ketua AKN (Akuntan Keuangan Negara) IV," kata Hermanto.
Hermanto juga menjelaskan bahwa ada temuan BPK terkait pengelolaan anggaran Food Estate di Kementan.
Dia menyebut temuan soal Food Estate itu tidak banyak namun mencakup nilai anggaran yang besar.
Hermanto menjelaskan bahwa saat itu BPK menemukan adanya kekurangan dalam kelengkapan dokumen administrasi.
Kementan pun diberi kesempatan untuk melengkapinya.
Jaksa lantas bertanya apakah ada permintaan dari BPK terkait pemberian opini.
Hermanto tak membantah adanya permintaan uang dari pihak BPK agar Kementan mendapat WTP.
"Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?," cecar jaksa.
"Iya, Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi," jawab Hermanto.
Jaksa KPK pun kembali bertanya apakah permintaan uang sejumlah Rp12 miliar oleh BPK itu dipenuhi.
Hermanto mengaku mendengar bahwa Kementan hanya memberikan Rp5 miliar.
Hermanto mengaku tidak mengetahui proses penyerahan uang tersebut kepada auditor BPK.
Namun, kata Hermanto, auditor bernama Victor itu sempat menagih kekurangan uang tersebut ke Kementan.
Dewan Kehormatan BPK Harus Periksa
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Majelis Kehormatan Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI agar memeriksa anggota BPK yang namanya disebut dalam persidangan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.
Nama anggota BPK yang disebut itu ialah Victor selaku auditor BPK dan atasannya bernama Haerul Saleh. Haerul Saleh merupakan Anggota IV BPK.
"Dewan Etik BPK segera melakukan pemeriksaan kode etik dan jika terbukti ada pelanggaran berat maka diberhentikan dengan tidak hormat," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, Jumat (10/5/2024).
Baca Juga: SYL Minta Rp600 Juta buat Keperluan di Brasil, Uangnya Dikumpulkan dari Sisa Anggaran Rapat di Hotel
"Kita harus mengedepankan azas praduga tidak bersalah maka harus nunggu penyelidikan," kata Boyamin.
Hal senada disampaikan anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Gerindra Kamrussamad. Dia turut merespons soal maraknya penerbitan status WTP menjadi ladang korupsi.
Kamrussamad meminta BPK melakukan evaluasi terkait mekanisme pemeriksaan oleh auditor BPK.
Dia berharap komitmen dari seluruh pemangku kepentingan.
"Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pemeriksaan oleh auditor ke entitas objek pemeriksaan. Mulai dari rekrutmen anggota BPK RI, sistem pendidikan auditor, SOP pemeriksaan entitas objek, mekanisme pengawasan internal," ujar Kamrussamad kepada wartawan, Jumat (10/5/2024).
"Harus ada komitmen sungguh-sungguh dari seluruh stakeholder untuk hentikan indikasi jual-beli WTP, agar tidak terulang terus menerus kasus hukum yang menjerat K/L atau entitas objek pemeriksaan oleh BPK RI," tambahnya.
Tugas BPK sebagaimana mandat konstitusionalnya, sambung Kamrussamad, adalah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
"Yaitu memastikan pengelolaan keuangan negara dilaksanakan secara akuntabel dan transparan. BPK harus dapat memberikan manfaat yang nyata kepada entitas yang diperiksa untuk menggunakan sumber dayanya termasuk keuangan sehingga entitas tersebut dapat mencapai visi dan misinya dalam mendukung pencapaian visi dan misi nasional," paparnya.
Disampaikan Kamrussamad, BPK ibaratnya adalah dokter. Sebagai dokter tentunya akan bermanfaat kalau pasiennya juga melaksanakan apa yang menjadi rekomendasi dokter.
"Terkait dengan opini WTP dan temuan pemeriksaan, bahwa pasien dikatakan WTP apabila memenuhi seluruh persyaratan dimana ada batas risiko yang bisa ditoleransi. Jadi pasien setahun secara umum dikatakan sehat bukan berarti setahun itu tidak pernah sakit, tetep pernah sakit namun tidak melewati resiko yang ditetapkan," Kamrussamad memberikan ilustrasi.
Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri memastikan bahwa setiap fakta yang terungkap dalam persidangan sudah dicatat oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Banyak fakta-faktar menarik saya kira dalam persidangan terdakwa Syahrul Yasin Limpo dan tentu semua faktanya sudah dicatat dengan baik oleh tim jaksa. Kami juga sempat diskusi terkait ini dengan tim jaksa," kata Ali Fikri.
Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa itu memastikan pihaknya akan menindaklanjuti fakta yang terungkap dalam persidangan dugaan korupsi SYL dkk.
"Sekali lagi nanti pengembangan-pengembangan lebih jauhnya adalah ketika proses-proses persidangan selesai secara utuh. Sehingga konfirmasi dari saksi-saksi lain menjadi sebuah fakta hukum," tegas Ali.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.