JAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi atau JPU KPK mengungkapkan mantan Hakim Agung, Gazalba Saleh, menggunakan identitas dosen dan kartu tanda penduduk (KTP) milik orang lain untuk melakukan pencucian uang.
Diketahui, Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total senilai Rp25,9 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung.
"Terdakwa membelanjakan, membayarkan, atau menukarkan mata uang sebagai harta kekayaan tersebut atas nama pihak-pihak lain seolah-olah berasal dari hasil yang sah," kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/5/2024).
Baca Juga: Hakim Gazalba Saleh Disebut Langsung Ganti Nomor HP usai Ada OTT, KPK: Jejak Digital Tak Bisa Bohong
Jaksa membeberkan, dalam membelanjakan tanah, bangunan, dan kendaraan, Gazalba Saleh memakai beberapa KTP dan identitas.
Contohnya, membeli satu unit kendaraan Toyota New Alphard 2.5 G A/T senilai Rp1,08 miliar pada Maret 2020 dengan nama Edy Ilham Sholeh selaku kakak kandung terdakwa.
Kemudian, Gazalba Saleh membeli sebidang tanah atau bangunan di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, senilai Rp5,38 miliar pada Mei 2020 dan emas logam mulia Rp508,48 juta pada Agustus 2020 bersumber dari uang asing yang ditukar Gazalba di tempat penukaran uang senilai Rp6,33 miliar.
Jaksa menyebutkan penukaran uang asing itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan identitas KTP atas nama Gazalba Saleh dengan profesi yang tertulis pada identitas tersebut adalah dosen.
Untuk menyamarkan transaksi, Gazalba memecah pembayaran pembelian rumah kepada penjual, dan melaporkan nilai jual belinya hanya Rp3,7 miliar.
Baca Juga: Dewas KPK Tegaskan akan Gelar Sidang Kode Etik pada 14 Mei Meski Nurul Ghufron Tidak Hadir
Serta, tidak melaporkan pembelian logam mulia ke dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
Selanjutnya, lanjut jaksa, Gazalba Saleh turut membeli sebidang tanah atau bangunan di Kelurahan Tanjungrasa, Kabupaten Bogor, senilai Rp2,05 miliar pada Juni 2021 dengan melakukan pemecahan pembayaran untuk menyamarkan transaksi.
Pada Desember 2021, jaksa menyebut Gazalba membeli tanah atau bangunan di Citra Grand Cibubur, Kota Bekasi, senilai Rp7,71 miliar. Untuk menyamarkan transaksi tersebut, terdakwa hanya melaporkan pembelian sebesar Rp3,53 miliar dan melakukan pemecahan pembayaran.
Sementara saat membayarkan pelunasan kredit pemilikan rumah di Sedayu City @Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur, senilai Rp3,89 miliar pada 2019, Gazalba melakukan pembayaran dengan menggunakan nama Fify Mulyani selaku teman dekat terdakwa.
Begitu pula saat kembali menukarkan uang asing pada Agustus 2021 menjadi mata uang rupiah senilai Rp3,96 miliar, jaksa menyampaikan Gazalba menggunakan KTP atas nama Ikhsan AR SP selaku asisten pribadi terdakwa.
Baca Juga: KPK: Kasus Korupsi SYL Bisa Meluas ke TPPU, Keluarganya Dapat Dijerat Hukum karena Menikmatinya
Gazalba didakwa menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (sekitar Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (sekitar Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (sekitar Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020 hingga 2022.
Dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp200 juta terkait pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum soal pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.