JAKARTA, KOMPAS.TV - Penafsiran mengenai kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sangat sempit karena hanya membahas tentang politik uang atau money politics.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Deputi Hukum pasangan calon presiden-wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (13/3/2024) membahas tentang gugatan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi.
“Kalau kita melihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, penafiran TSM itu sangat sempit, hanya money politics,” tuturnya.
“Tapi kan terkait persoalan sengketa pilpres yang kita jadikan sebagai bahan untuk debat hari ini, itu persoalan yang sangat prinsipil. Kita mesti membaca Pasal 22 E Undang-Undang Dasar 1945.”
Baca Juga: TPN Ganjar-Mahfud Siapkan Bukti dan Saksi Demi Layangkan Gugatan Pemilu ke MK
Ia menegaskan, jika hanya mengacu pada UU nomor 7 tahun 2017, itu sangat sempit, sehingga setiap sengketa pilpres yang diajukan ke MK berdasarkan pasal 22 e UUD 1945.
“Setiap sengketa pilpres yang diajukan ke MK itu didasarkan pada Pasal 22e UUD 1945, yang mengharuskan pemilihan umum itu dilakukan dengan jujur, adil, langsung, umum, dan bebas, rahasia.”
“Nah di sinilah inti dari persoalan yang kita hadapi. Kita tidak mau itu hanya sebatas money politics, kita tidak mau sengketa itu hanya soal perolehan suara,” tegasnya.
Perolehan suara yang diraih pada pemilihan umum 14 Februari 2024, menurut dia ditentukan oleh yang terjadi sebelum pencoblosan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.