Kompas TV nasional politik

Pakar Hukum Ungkap Benang Merah Pengakuan Sudirman Said dan Agus Rahardjo yang Dimarahi Jokowi

Kompas.tv - 6 Desember 2023, 14:18 WIB
pakar-hukum-ungkap-benang-merah-pengakuan-sudirman-said-dan-agus-rahardjo-yang-dimarahi-jokowi
Pakar hukum sekaligus Menteri Hukum dan HAM Abdul Hamid Awaludin saat ditemui jurnalis KompasTV di Jakarta, Rabu (6/12/2023). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum sekaligus Menteri Hukum dan HAM Abdul Hamid Awaludin menyebut ada benang merah dari pengakuan Sudirman Said dan Agus Rahardjo yang dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebelumnya, Ketua KPK Periode 2015-2019 Agus Rahardjo mengaku pernah dimarahi Presiden Jokowi karena melanjutkan penyidikan kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik yang menyeret nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu, Setya Novanto.

Setelah itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2014-2016 Sudirman Said juga mengaku pernah dimarahi Jokowi karena laporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI atas kasus "papa minta saham" atau permintaan saham ke PT Freeport.

Menurut Profesor Hamid, Sudirman Said yang menjabat sebagai Menteri ESDM pada 2014 itu langsung di-reshuffle usai melaporkan Setya Novanto yang kini menjadi terpidana kasus korupsi KTP elektronik.

"Lalu tidak lama kemudian, Sudirman Said kena reshuffle kan?" tutur Hamid kepada jurnalis KompasTV di Jakarta, Rabu (6/12/2023).

Ia juga mengatakan, publik memang tidak bisa menilai secara pasti adanya hubungan antara Presiden Jokowi dengan Setya Novanto.

Baca Juga: Istana Tepis Tudingan Sudirman Said yang Mengaku Dimarahi Presiden karena Laporkan Setya Novanto

Meski begitu, ia menyebut ada benang merah dari rentetan kejadian yang menunjukkan bahwa Presiden Jokowi memiliki motif untuk melindungi Setya Novanto.

Guru Besar Ilmu Hukum itu menyoroti pernyataan Setya Novanto pada tahun 2015 yang mendukung Presiden Jokowi untuk kembali menjadi presiden pada periode kedua.

Menurut dia, ucapan Setya Novanto itu membuat Presiden Jokowi gembira, karena hubungannya dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mulai menemui ganjalan.

Setya Novanto, kata dia, menyatakan dukungan kepada Jokowi, beberapa hari setelah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada 17 Mei 2015.

"Beberapa hari setelah terpilih sebagai ketua umum, Setya Novanto langsung mengatakan Partai Golkar di bawah kepemimpinannya mendukung Pak Jokowi menjadi presiden periode kedua," tutur Hamid.

"Itu kan Pak Jokowi baru dua tahun menjadi presiden," sambungnya.

Hamid Awaludin menilai, Presiden Jokowi senang mendengar dukungan dari Partai Golkar yang notabene partai besar di Indonesia, karena hubungannya dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri menghadapi ganjalan.

Baca Juga: Pengakuan Para Pimpinan dan Penyidik KPK Dengar Cerita Agus Rahardjo Soal Intervensi Jokowi

"Nah tiba-tiba ada partai besar, ingat ya Golkar itu partai besar, bukan partai pelengkap, yang mau langsung mencalonkan beliau," sambungnya.

"Selama ini partai utama beliau PDIP, tapi ada ganjalan di situ. Ya tentu saja beliau gembira," urainya.

Oleh karena rentetan kejadian tersebut, Hamid menerangkan bahwa penilaian publik bahwa Presiden terkesan melindungi Setya Novanto, sah-sah saja.

"Kalau publik menarik benang ini ke belakang, bisa jadi memang, artinya sah-sah saja publik berkesimpulan, 'oh mungkin ada motif memang bapak presiden kita melindungi Pak Setya Novanto' dengan dua rentetan kejadian itu kan," jelasnya.

Meski demikian, Hamid menilai, pengakuan Agus Rahardjo dan Sudirman Said harus didalami lebih jauh untuk mencari tahu kebenarannya.

"Baik pengakuan Pak Sudirman Said maupun pengakuan Pak Agus Rahardjo itu adalah pengakuan sepihak, butuh pendalaman lebih jauh terutama kebenaran cerita itu," ujarnya.

Baca Juga: Mahfud MD Buka Suara Soal Agus Rahardjo Sebut Presiden Intervensi KPK

"Tetapi, jangan lupa, cerita seperti ini masuk ranah politik kan? Bisa saja, para politisi membawa kasus ini ke DPR untuk interpelasi," sambungnya.

Hak interpelasi, tutur Hamid, merupakan ranah politik anggota dewan untuk bertanya kepada Presiden Jokowi terkait kebenaran pengakuan Agus Rahardjo maupun Sudirman Said.

"Kalau itu terjadi, akan riuh perpolitikan kita ini," jelasnya.

Hamid juga menekankan, dirinya percaya bahwa Sudirman Said dan Agus Rahardjo berkata jujur.

"Dengan mengetahui siapa Pak Sudirman Said. Pak Sudirman belum memiliki kecanggihan dan keterampilan menyatakan sesuatu yang tidak benar, karena prinsip beliau itu adalah kejujuran. Dia tidak terlatih menyertakan sesuatu secara tidak benar," ucapnya.


 

"Kalau Pak Agus, sama. Saya pernah bertemu dengan atasannya waktu dia di Bappenas, dia adalah Kepala Biro yang menangani pengadaan, dan katanya sangat jujur, dan ketika dia dipanggil oleh presiden seorang diri, dia beri tahu koleganya setelah itu kan, Alex Marwata dan Saut Situmorang."

"Kedua orang ini sama-sama lempeng, lurus. Jadi saya sangat percaya. Sama dengan percayanya saya ke Pak Agus mengemukakan sesuatu," sambungnya.

Baca Juga: Bantah Pernyataan Agus Raharjo soal Jokowi Marah Berujung Revisi UU KPK, Istana: Itu Usulan DPR

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menepis klaim Sudirman Said yang mengaku dimarahi Presiden Jokowi.

Ari mengatakan, Presiden Jokowi tidak pernah memarahi Sudirman Said karena melaporkan mantan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas kasus meminta saham PT Freeport.

"Tidak benar Presiden Jokowi memarahi Sudirman Said karena melaporkan Setya Novanto (Ketua DPR saat itu) ke MKD pada tahun 2015," kata Ari Dwipayana di Jakarta, Sabtu (2/12/2023).

Ari mengatakan bahwa Presiden Jokowi pada tanggal 7 Desember 2015 di Istana justru sangat mengapresiasi proses terbuka yang telah dilakukan MKD dan terus mengikuti dari berbagai media dan stafnya.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x